Senin 13 Feb 2023 18:49 WIB

Revisi UU ITE Dinilai Mengandung Kerancuan

Sejumlah pasal di revisi UU ITE tak lagi relevan dengan KUHP yang baru.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Revisi UU ITE. Ilustrasi
Foto: Google
Revisi UU ITE. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Rizky Natakusumah menyambut baik keseriusan pemerintah dalam merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun, ia melihat adanya kerancuan dalam proses tersebut, yang baru dimulai pembahasannya pada Senin (13/2/2023).

Ia menjelaskan, surat presiden (surpres) revisi UU ITE sendiri sudah diterima DPR pada akhir 2021. Namun, Ketua DPR Puan Maharani baru membacakan surpres tersebut dalam rapat paripurna pada akhir Desember 2022.

Baca Juga

Dalam rentang satu tahun tersebut, DPR sudah mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi undang-undang pada 6 Desember 2022. Sedangkan sejumlah pasal dalam revisi UU ITE bersinggungan dengan KUHP yang lama.

"Berarti kalau misalnya Pasal 27 Ayat 1 dan Ayat 3 dicabut oleh KUHP apakah DIM dari pemerintah kemarin yang disampaikan oleh pemerintah ke DPR terkait revisi UU ITE yang melalui surpres 2021 apakah masih relevan atau tidak," ujar Rizky dalam rapat kerja dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Senin (13/2/2023).

Adapun poin-poin revisi yang baru disampaikan Johnny masih mengacu pada surpres yang dikirimkan pada akhir 2021. Artinya, sejumlah pasal di dalamnya tak lagi relevan dengan KUHP yang baru.

"Karena kalau misalnya sudah dicabut oleh KUHP, seharusnya pasal dan penjelasannya harusnya dicabut dong. Artinya apa? barang yang kita pegang sejauh ini masih perlu harmonisasi," ujar Rizky.

"Nah harmonisasi ini, karena ini inisiatif dari pemerintah artinya kan pemerintah yang harus bisa mengharmonisasi itu dan kemaren DIM yang sudah kita kumpulkan akan diberikan kepada pemerintah. Itu adalah DIM sandingan dari surpres yang disampaikan kepada kami pada 2021," sambung politikus Partai Demokrat itu.

Menkominfo Johnny menjelaskan, sebanyak 10 pasal dalam UU ITE akan dicabut dalam pembahasan revisinya. Pencabutan tersebut terjadi karena sahnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Pasal 622 Ayat 1 huruf r Undang-Undang nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP terdapat ketentuan dalam UU ITE yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," ujar Johnny.

Adapun 10 pasal yang dicabut, pertama adalah ketentuan pasal 27 ayat 1 mengenai kesusilaan dan ayat 3 mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Kedua, ketentuan pasal 28 ayat 2 mengenai ujaran kebencian berdasarkan SARA.

Ketiga, ketentuan pasal 30 mengenai akses ilegal. Keempat, ketentuan Pasal 31 mengenai intersepsi atau penyadapan. Kelima, ketentuan Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.

"Keenam, ketentuan pasal 45 ayat 1, ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 27 ayat 1 terkait kesusilaan dan ayat 3 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 27 ayat 3 terkait penghinaan dan pencemaran nama baik," ujar Johnny.

Tujuh, ketentuan pasal 45a ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 28 ayat 2 terkait ujaran kebencian berdasarkan SARA. Selanjutnya, ketentuan pasal 46 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 30 terkait akses ilegal.

Sembilan, ketentuan Pasal 47 mengenai ancaman pidana mengenai pelanggaran pidana pasal 31 terkait intersepsi atau penyadapan. "Dan ke-10, ketentuan pasal 51 ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 36 terkait pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain," ujar Johnny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement