REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membenarkan kabar jika sedang berusaha membeli drone buatan Turki. Tidak sekadar membeli, Kemenhan juga menargetkan bisa mendapatkan transfer teknologi dengan mengakuisisi dua drone kombatan, yaitu Bayraktar TB2 dan Anka.
Jika Bayraktar TB2 yang sudah beraksi di perang Suriah, Azerbaijan versus Ukraina, maupun Ukraina melawan Rusia diproduksi Baytar Technology maka Anka dibuat oleh Turkish Aerospace Industries (TAI), yang memiliki bodi lebih besar dengan daya jelajah lebih tinggi.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pertahanan (Kabaranahan) Kemenhan, Marsda Yusuf Jauhari, misi pembelian pesawat tempur tanpa awak atau unmanned combat aerial vehicles (UCAVs) dari pabrikan Turki demi perkembangan industri pertahanan dalam negeri. Hal itu karena dua pabrikan drone tersebut berkenan untuk bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Sehingga dengan alih teknologi maka ke depannya drone Bayraktar TB2 maupun Anka bisa diproduksi di Indonesia. "Ini dari sudut industri pertahanan nasional sangat menguntungkan, karena PT DI nanti bekerja sama dengan Baykar dan TAI dari Turki," kata Yusuf saat dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Yusuf juga membenarkan kesepakatan pembelian dua jenis drone tempur itu masih menunggu mekanisme pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.
Sementara itu, laporan Janes menyebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujui permintaan TNI untuk pengadaan pesawat tempur tak berawak (UCAV) dengan dana pinjaman luar negeri. Saat ini, Kemenhan sedang mengevaluasi pemberi pinjaman yang cocok untuk ini untuk membiayai proyek tersebut.
UCAV adalah bagian dari daftar 16 program pembelian alutsista TNI pada 2023, yang diizinkan untuk menggunakan pinjaman luar negeri. Kemenkeu menyetujui sistem pembiayaan itu, dengan syarat kontrak formal ditandatangani Kemenhan sebelum 31 Desember 2023.
Persetujuan untuk pengadaan drone diberikan secara terpisah untuk masing-masing tiga angkatan, yaitu TNI AD, AL, dan AU, beserta amunisi yang dipasang di drone. Untuk TNI AU, Kemenkeu telah mengizinkan jumlah pinjaman hingga 200 juta dolar AS atau sekitar Rp 3,29 triliun untuk pengadaan drone. Dan angka maksimal 38,115 juta dolar AS atau sekitar Rp 577 miliar untuk pengadaan amunisi yang dipasang di drone.