REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dikabarkan tengah menyandera pilot maskapai sipil Susi Air di Paro, Nduga, Papua Pegunungan. Namun, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono membantah informasi itu.
"Enggak ada penyanderaan. Enggak penyanderaan, dia kan menyelamatkan diri, selamatkan diri," kata Yudo kepada wartawan, Rabu (8/2/2023).
Yudo justru mempertayakan kabar mengenai penyanderaan pilot pesawat tersebut. Dia bahkan mengakui belum mendapatkan informasi mengenai hal ini. "Dari mana itu infonya? Saya malah belum dapat info itu," ujar dia.
Meski demikian, Yudo menyebut bahwa pihaknya akan melakukan evakuasi terhadap 15 orang pekerja dan empat penumpang pesawat tersebut. Hingga kini aparat TNI masih melakukan pendalaman untuk mencari tahu keberadaan belasan orang itu.
"Ya tinggal 15 orang sama yang empat orang penumpangnya ini ya dievakuasi, dibawa keluar dari situ," tutur Yudo.
"Enggak tahu ada di mana, akan kita cari, kita evakuasi,\" tambah dia menjelaskan.
Sebelumnya, KKB membakar pesawat Susi Air di Bandara Paro, Nduga pada Selasa (7/2/2023) pagi. Penyerangan tersebut dilakukan KKB yang dipimpin Egianus Kogoya.
Usai membakar pesawat dengan nomor registrasi PK-BVY itu, KKB juga dikabarkan menyandera pilot, yakni Kapten Philips Marthin dan lima penumpang lainnya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membenarkan keberadaan pilot dan penumpang pesawat sipil Susi Air yang disandera KKB di Papua. Sigit mengatakan, saat ini personelnya di kepolisian bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih terus melakukan pemburuan, dan pencarian keberadaan kelompok separatis yang melakukan penyanderaan pilot warga negara Selandia Baru itu.
Sigit mengandalkan pencarian, dan upaya penyelematan tersebut, melalui Operasi Damai Cartenz. “Terkait dengan perkembangan pilot dan penumpang yang diamankan (disandera) oleh KKB, saat ini sedang dalam pencarian. Kami tim gabungan (Polri dan TNI) dari Operasi Damai Cartenz saat ini sedang melakukan pencarian,” kata Sigit, Selasa (7/2/2023).
Sigit tak menjelaskan pencarian tersebut sebagai bagian dari operasi militer sebagai respons atas serangan, dan pembakaran armada sipil di Lapangan Udara Paro, di Nduga, Papua Pegunungan tersebut.