REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut telah menerima usulan dari sejumlah kalangan untuk membuat rancangan peraturan daerah (perda) tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Usulan itu masih akan melalui kajian terlebih dahulu sebelum masuk tahap pembahasan.
Bupati Garut Rudy Gunawan, mengatakan, DPRD memiliki hak inisiatif untuk membuat rancangan perda. Menurut dia, aturan terkait hubungan sesama jenis sebenarnya telah tercantum dalam Perda Kabupaten Garut Nomor 13 Tahun 2015 tentang Anti Perbuatan Maksiat. Kendati demikian, ia menyambut baik usulan DPRD untuk membuat rancangan perda LGBT.
"Kami berikan dukungan terhadap itu. Perda ini urusan orang Garut. Di Garut tidak boleh ada LGBT. Titik. Semua rakyat mendukung," kata Rudy, Senin (30/1/2023).
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Garut, Enan, mengaku telah melakukan audiensi bersama Aliansi Umat Islam Garut terkait usulan pembuatan perda tentang LGBT. Audiensi itu dilakukan dengan mengundang perwakilan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Kami sudah menerima usulan perda terkait LGBT," kata Enan.
Ia menjelaskan, di Kabupaten Garut sebenarnya sudah ada regulasi yang mengatur terkait perilaku hubungan sesama jenis dalam Perda tentang Anti Perbuatan Maksiat. Namun, dalam perda itu belum ada aturan yang detail.
Karena itu, sekelompok masyarakat mengatasnamakan Aliansi Umat Islam khawatir perilaku LGBT makin merebak di Kabupaten Garut. Kelompok masyarakat itu pun mengusulkan agar DPRD membuat perda tentang LGBT.
"Perda yang sekarang sudah ada itu mungkin sudah tidak relevan dan tidak secara detail mengatur LGBT. Mangkanya kemarin, kami akan memasukan usulan itu ke badan perencana perda. Kami menyetujui dan bersepakat, karena perda yang ada tidak merinci secara jelas soal LGBT," ujar dia.
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Garut, Margiyanto, mengaku prihatin dengan kian maraknya fenomena LGBT, khususnya di Kabupaten Garut. Apabila fenomena itu dibiarkan, menurut dia, kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Garut akan terganggu.
"Ini tentu perlu diantisipasi, karena ini sudah jadi fenomena yang perlu kita lakukan pencegahan perkembangannya, sehingga tidak memengaruhi sosiokultural di Kabupaten Garut," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/1/2023).
Namun, ia menambahkan, diperlukan analisis lebih lanjut terkait urgensi perda untuk mengantisipasi fenomena LGBT. Pasalnya, keberadaan perda itu harus terikat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Artinya, penyusunan produk hukum di tingkat daerah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata dia.