REPUBLIKA.CO.ID -- Pakar hukum sekaligus senior partner Integrity Law Firm, Prof DR Deny Indrayana, mengatakan perjuangan panjang masyarakat Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara melawan kegiatan penambangan di pulau kecil tempat tinggal mereka semakin menunjukkan hasil. Terbaru, Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Kabupaten Konkep yang menjadi dasar diizinkannya pulau Wawonii menjadi wilayah tambang, dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA),
"MA dalam amar putusan bernomor perkara 57/P/HUM/2022 tersebut secara tegas menyatakan bahwa Pasal 24 huruf d, Pasal 28, dan Pasal 36 huruf c Perda RTRW Konkep 2/2021 yang mencantumkan peruntukan kegiatan pertambangan di dalamnya, telah bertentangan dengan Pasal 4 huruf a, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K)," kata Denny Indrayana dalam pesan tertulisnya Jumat sore (27/1/2021).
Selain itu, lanjutnya, peraturan hukum itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan lebih lanjut amar putusan MA juga memerintahkan Bupati dan DPRD Kabupaten Konkep merevisi Perda RTRW tersebut,''
Dalam pertimbangannya, ungkap Denny, MA menyatakan bahwa secara filosofis, Kabupaten Konkep sebagai pulau kecil termasuk wilayah yang rentan dan sangat terbatas. Akibatnya wilayah itu membutuhkan perlindungan khusus.
"Seluruh kegiatan yang tidak menunjang kehidupan ekosistem di atasnya, termasuk kegiatan penambangan dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity. Sehingga, dilarang untuk dilakukan karena mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup diatasnya, baik flora, fauna, maupun manusianya, dan bahkan mengancam kehidupan sekitar,'' katanya.
Menurut Deeny, secara sosiologis, MA juga menilai Perda RTRW tersebut juga tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan melahirkan kebijakan yang kontra-produktif. Karena, masyarakat Pulau Kecil Wawonii sejak dahulu mata pencaharian masyarakatnya bertani/berkebun. Sehingga bila kegiatan penambangan terus berlanjut bahkan masif dilakukan, akan berdampak bahkan merusak sumber mata pencaharian masyarakat Pulau Kecil Wawonii yang telah berlangsung secara turun temurun.
"Lebih lanjut putusan MA juga menimbang, bila secara yuridis Perda RTRW bertentangan dengan UU PWP3K. Ini karena peraturan ini sangat jelas mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan,'' ujarnya.
MA secara komprehensif juga menegaskan bahwa Perda RTRW Konkep bertentangan dengan Pasal 35 huruf k UU PWP3K yang mengatur larangan pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil, apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.
"Menurut MA, hal demikian dalam literatur environtmentalism, dapat diuraikan sebagai kerusakan atas lingkungan hidup baik yang terjadi secara alamiah maupun disebabkan akibat kegiatan manusia. Akibatnya dapat dibedakan dampaknya yakni terhadap lingkungan fisik, lingkungan biologis, serta lingkungan sosial,'' kata Deeny menegaskan.
Dengan demikian, Denny menyatakan, adanya putusan MA yang mengabulkan Permohonan Keberatan Uji Materiil atas Perda RTRW Konkep 2/2021 menjadi harapan dan titik terang perlindungan bagi masyarakat Pulau Kecil Wawonii.
"Dengan hadirnya putusan bersejarah ini, maka pemerintah harus segera menghentikan kegiatan penambangan dengan mencabut izin usaha pertambangan yang telah dikeluarkan dan melarang berbagai macam kegiatan pertambangan yang dilakukan di Kabupaten Konkep. Pesan kami kepada pembuat kebijakan, ingatlah, alam bukanlah warisan tetapi titipan untuk anak dan cucu kita di masa depan,” Denny Indrayana.