Kamis 26 Jan 2023 17:22 WIB

Iluni FHUI: Penyusunan Perppu Cipta Kerja tak Akomodir Masukan Publik

Iluni UI FHUI sebut penyusunan Perppu Cipta Kerja tidak mengakomodir masukan publik.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah demonstran melakukan aksi tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Iluni UI FHUI sebut penyusunan Perppu Cipta Kerja tidak mengakomodir masukan publik.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah demonstran melakukan aksi tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Iluni UI FHUI sebut penyusunan Perppu Cipta Kerja tidak mengakomodir masukan publik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) menyebut Peraturan Pemerintah (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja secara substantif memiliki materi muatan yang serupa dengan Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Perppu Cipta Kerja juga dinilai tak mengakomodir masukan-masukan konstruktif terhadap UU Cipta Kerja.

"Perppu Cipta Kerja memang memperbaiki sejumlah kesalahan formil dan teknis dalam UU Cipta Kerja seperti persoalan typo, teknik pengacuan, penggunaan narasi, dan sebagainya. Namun secara substantif, materi muatan dalam Perppu Cipta Kerja dan UU Cipta Kerja masihlah serupa," jelas Sekretaris Umum Iluni FHUI, Rian Hidayat, lewat siaran pers, Kamis (26/1/2023).

Baca Juga

Terlebih lagi, jelas dia, pihaknya menyadari penyusunan Perppu Cipta Kerja masih saja tidak membuka ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi secara bermakna atau meaningful participation. Artinya, dari sekian banyak aspirasi masyarakat yang disuarakan, Perppu Cipta Kerja tidak mengakomodir masukan-masukan konstruktif tersebut.

"Padahal, perihal partisipasi bermakna ini merupakan salah satu highlight dalam Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020," jelas dia.

Menurut Rian, Hal itu menunjukkan arogansi pemerintah yang tidak tunduk pada konsep negara demokrasi yang membuka ruang partisipasi kepada masyarakat secara luas. Hal tersebut mengesankan pemerintah bertindak semena-mena terhadap konstituennya sendiri.

Di samping itu, meski telah diundangkan dalam Berita Negara dan mengikat seluruh masyarakat Indonesia, Perppu Cipta Kerja masih harus mendapat persetujuan DPR. Artinya, DPR masih memiliki kewenangan untuk menerima ataupun menolak Perppu Cipta Kerja sebelum disahkan menjadi UU.

"Tapi kami mengkhawatirkan keberadaan koalisi yang solid antara pemerintah dan DPR berpotensi menimbulkan 'main mata' antara pemerintah dengan DPR dan menghilangkan fungsi checks and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif, yaitu dengan DPR menyetujui Perppu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU," jelas Ketua Iluni FHUI, Rapin Mudiardjo.

Terlebih, kata Rapin, secara historis semua pihak dapat melihat DPR sangat mendukung pengesahan UU Cipta Kerja dalam waktu yang singkat meskipun rancangan tersebut terdiri lebih dari seribu halaman. Sebelumnya pun, metode omnibus yang sebelumnya tidak dikenal dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tiba-tiba saja diperkenalkan.

"Dalam UU No. 13 Tahun 2022 yang merupakan revisi kedua atas UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, atau setahun setelah ditetapkannya Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020. Fakta ini tentunya menimbulkan kekhawatiran dan mosi tidak percaya akan berjalannya fungsi DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat," kata Rapin.

Karena itu, Iluni FHUI berharap agar DPR mampu menjalankan amanah dan tugasnya secara obyektif. Mengingat Perppu Cipta Kerja selanjutnya menjadi domain bagi DPR untuk mendapatkan persetujuan, Iluni FHUI mendesak DPR agar secara obyektif memperhatikan aspek materil maupun formil Perppu Cipta Kerja.

"Termasuk perihal hal ihwal kegentingan memaksa yang merupakan hak subyektif presiden," kata dia.

Iluni FHUI juga menuntut DPR untuk melaksanakan sejumlah hal. Pertama, mendesak DPR agar secara obyektif memperhatikan aspek materil maupun formil Perppu Cipta Kerja sebelum menyetujui atau menolak Perppu Cipta Kerja menjadi UU.

"Dalam hal ditemukan adanya pelanggaran formil maupun materil dalam Perppu Cipta Kerja, Iluni FHUI meminta DPR untuk menolak persetujuan Perppu Cipta Kerja menjadi UU," kata Rapin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement