Rabu 25 Jan 2023 15:34 WIB

Airlangga Sebut Perppu Cipta Kerja Sudah Dikomunikasikan dengan Baleg DPR

Ia mengaku kegentingan Perppu Cipta Kerja terkait mitigasi risiko ketidakpastian.

Menko Airlangga, dalam Keterangan Pers usai memimpin Rapat Komite Cipta Kerja mengenai Rencana Pelaksanaan Program Kartu Prakerja Skema Normal Tahun 2023, Kamis (5/1/2023).
Foto: Dok Republika
Menko Airlangga, dalam Keterangan Pers usai memimpin Rapat Komite Cipta Kerja mengenai Rencana Pelaksanaan Program Kartu Prakerja Skema Normal Tahun 2023, Kamis (5/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengeklaim Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Cipta Kerja sudah dikomunikasikan pemerintah dengan Badan Legislasi DPR RI. "Sudah, sudah," kata Airlangga soal perkembangan penerbitan Perppu Cipta Kerja di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, (25/1/2023).

Menurutnya Surat Presiden (Surpres) tentang Perppu itu tinggal dibacakan pada sidang paripurna DPR RI. Sebagaimana diketahui pada 30 Desember 2022 lalu, Presiden RI Joko Widodo telah menetapkan dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, atas kebutuhan mendesak guna mengantisipasi kondisi global.

Baca Juga

Airlangga pada kesempatan itu kembali menekankan, pertimbangan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja adalah untuk memberikan kepastian hukum.

"Iya tentu kepastian hukum. Karena ada dua hal, pertama kegentingan memaksa, dan kedua pemerintah harus mengamankan devisa," ujar Airlangga, saat ditanya tentang pertimbangkan penerbitan Perppu Cipta Kerja.

Dia mengatakan faktor kegentingan memaksa yang dimaksud adalah terkait upaya memitigasi risiko ketidakpastian. Sebab mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika, Eropa mengalami ketidakpastian akibat perang Ukraina-Rusia yang sudah satu tahun belum juga selesai.

Selain itu, AS meningkatkan suku bunga yang berpotensi mendorong capital flight dan bisa menyebabkan inflasi. "Oleh sebab itu harus diselesaikan dengan kepastian hukum," ujarnya.

Faktor kedua yakni untuk mengamankan devisa hasil ekspor, yakni disebabkan seluruh negara memperebutkan dolar AS. "Nah kalau kita selama ini 31 bulan ekspor nya positif terus, maka tentu kita harus mengelola bagaimana kebutuhan devisa asing itu tersedia di dalam negeri. Nah itu beberapa langkah yang dilakukan," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement