Senin 03 Apr 2023 15:27 WIB

Massa Penolak UU Cipta Kerja Sempat Turunkan Bendera Merah Putih Setengah Tiang

Massa merupakan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Yogyakarta Menggugat (AYM).

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Agus raharjo
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Yogyakarta Menggugat (AYM) meminta dicabutnya Undang-undang Cipta Kerja. AYM akan melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPRD DIY, Senin (3/4/2023) pagi ini meminta agar UU tersebut dicabut.
Foto: dokpri
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Yogyakarta Menggugat (AYM) meminta dicabutnya Undang-undang Cipta Kerja. AYM akan melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPRD DIY, Senin (3/4/2023) pagi ini meminta agar UU tersebut dicabut.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Massa yang menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD DIY, Kota Yogyakarta, Senin (3/4/2023) sempat mencoba menurunkan bendera Merah Putih yang ada di depan gedung tersebut. Massa merupakan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Yogyakarta Menggugat (AYM).

Bendera sempat diturunkan hingga setengah tiang oleh massa. Namun, aksi menurunkan bendera tersebut langsung dihentikan petugas yang mengawasi peserta aksi.

Baca Juga

Petugas pun langsung menaikkan kembali bendera Merah Putih, dan tiang bendera dijaga ketat oleh petugas. Orator aksi juga meminta agar massa tidak terprovokasi.

"Jangan mudah terprovokasi," kata orator dari atas mobil orasi yang diparkir di depan Gedung DPRD DIY, Senin (3/4/2023).

Aksi demonstrasi ini digelar dengan menuntut agar Undang-undang Cipta Kerja dicabut. Aliansi ini juga menolak terkait dengan adanya isu penundaan Pemilu 2024. Termasuk meminta pemerintah untuk menggratiskan pendidikan di DIY.

Dari pantauan Republika.co.id, ratusan massa sudah mulai memasuki area halaman Gedung DPRD DIY sekitar pukul 13.40 WIB. Mereka membawa berbagai spanduk yang menggambarkan kekecewaannya kepada eksekutif dan legislatif.

Koordinator Umum Forum BEM se-DIY, Abdullah Ariansyah juga sudah mengatakan bahwa aksi ini digelar karena melihat ketidakmampuan pemerintah untuk memerintah saat ini. Menurutnya, tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat dalam produk UU Cipta Kerja.

“Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang yang dilakukan secara tergesa-gesa potensial dan aktual cacat secara formilnya,” kata Abdullah.

Untuk itu, pihaknya meminta agar UU Cipta Kerja dicabut, yang dinilai sangat kental akan syarat kepentingan oligarki dalam proses pembentukan yang dilakukan pemerintah dan legislatif. Koordinator Bidang Kajian Strategis Forum BEM Se-DIY, Andi Redani Suryanata juga mengatakan proses pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang di DPR RI patut dipertanyakan.

Mulai dari UU cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat, perevisian Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), dan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo. Pihaknya menilai bahwa berbagai cara yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI untuk memperbaiki Onmimbus Law Cipta kerja, membangkangi putusan Mahkamah Konstitusi.

“Jelas, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat, dikarenakan kurangnya meaningful participations, dan menggunakan metode Omnimbus Law yang tidak dikenali dalam UU P3,” kata Andi.

“Namun, pemerintah malah merevisi UU P3 dan mengeluarkan Perppu agar dapat menggunakan metode omnibus dan tidak perlu menekankan meaningful participations,” lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement