Rabu 18 Jan 2023 04:51 WIB

Asumsi Sistem Proporsional Tertutup dan Potensi Turunnya Partisipasi Pemilih

Pemilih dinilai sudah terbiasa mengikuti pileg dengan sistem proporsional terbuka.

Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)
Foto:

Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana mengaku khawatir judicial review terhadap UU Pemilu yang mengusulkan agar sistem  pemilu menjadi proporsional tertutup menguatkan karakteristrik otoritarian Orde Baru. Menurutnya, sistem proporsional tertutup menghadirkan kader jenggot yang mengakar ke atas dan tidak mewakili masyarakat pemilihnya. 

"Saya khawatir petitumnya kan menghilangkan frasa terbuka menjadi proporsional yang dimaknai tertutup, kalau ini dilakukan maka saya khawatir ini menguatkan karakteristrik otoritarian Orde Baru," kata Denny dalam sebuah diskusi, Selasa (17/1/2023). 

Denny menilai, partai yang mengusung sistem proporsional tertutup bukan untuk membangun sistem pemilu, melainkan lebih kepada hitung-hitungan matematis potensi kemenangan mendapatkan kursi lebih banyak apabila menggunakan sistem proporsional tertutup.

"Jadi ini kan bukan jangka panjang, bukan membangun sistem, tetapi hanya jangka pendek dirasa ini lebih menguntungkan maka itulah yang kemudian didorong," ujarnya.

Denny menjelaskan model semacam itu tidak tepat. Apalagi sistem proporsional tertutup tidak bisa menguatkan relasi antara pemilih dengan anggota parlemen pilihannya. 

"Jadi dia melemahkan, tidak bisa juga menguatkan pendidikan politik rakyat," ungkapnya. 

Gugatan uji materi atas pileg sistem proporsional terbuka ini dilayangkan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satu di antaranya adalah kader PDIP. Para penggugat meminta hakim konstitusi memutuskan sistem proporsional terbuka melanggar UUD 1945, dan memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Gugatan uji materi ini belakangan menjadi ‘bola panas’ usai Ketua KPU RI ikut berkomentar. Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari memprediksi MK bakal memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Merespons pernyataan Hasyim itu, delapan partai parlemen dan PSI mendukung sistem proporsional terbuka. Sedangkan PDIP, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Buruh mendukung sistem proporsional tertutup. 

Tak hanya menyatakan sikap mendukung salah satu sistem, partai dari kedua kubu ini juga mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam sidang MK. PKS, Nasdem, dan PSI mengajukan diri sebagai pihak terkait agar MK tidak mengabulkan gugatan penggugat. Sedangkan PBB menjadi pihak terkait untuk mendukung dalil penggugat. 

MK menggelar sidang lanjutan atas gugatan uji materi sistem pileg itu pada hari ini, Selasa (17/1/2023). Namun, sidang dengan agenda mendengarkan keterangan dari DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU itu hanya berlangsung sekitar 10 menit. 

Dalam sidang singkat secara daring itu, Ketua MK Anwar Usman menyampaikan bahwa sidang ditunda dan akan digelar kembali dengan agenda sama pada Selasa (24/1/2023). MK memutuskan menunda sidang setelah mendapat sepucuk surat dari pimpinan DPR, yang isinya meminta sidang digelar secara luring atau tatap muka.

"MK menerima surat dari DPR yang ditandatangani Sekretaris Jenderal atas nama pimpinan, yang pada intinya memohon agar sidang yang semula dilaksanakan secara daring atau online diubah jadi luring di ruang sidang MK," kata Anwar. 

Anwar mengatakan, sidang lanjutan secara luring pada pekan depan itu diagendakan untuk mendengar keterangan DPR, Presiden, pihak terkait KPU. Dalam sidang itu akan disampaikan pula jadwal sidang untuk mendengar keterangan dari 11 pihak terkait. 

 

photo
Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement