Rabu 11 Jan 2023 02:17 WIB

Tenaga Ahli Utama KSP: Perppu Ciptaker demi Kepentingan Rakyat dan Negara

Tenaga ahli utama KSP sebut Perppu Ciptaker murni akomodasi kepetingan negara.

Kantor Staf Kepresidenan (ilustrasi)
Foto: Antara/Andika Wahyu
Kantor Staf Kepresidenan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Fadjar Dwi Wisnuwardhani menyebutkan Keputusan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja murni untuk mengakomodasi kepentingan rakyat dan negara.

"Presiden Joko Widodo selalu melihat kepentingan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelangsungan usaha. Upaya Presiden dalam mengedepankan investasi pun bertujuan untuk menjaga keberlangsungan negara," kata Fadjar Dwi Wisnuwardhani dalam keterangan diterima di Jakarta, Selasa (11/1/2023).

Baca Juga

Tujuan Perppu itu antara lain tentunya juga untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas dan menyederhanakan proses birokrasi. Penerbitan Perppu Cipta Kerja sebagai upaya untuk mensinkronkan aturan regulasi yang sudah ada.Perppu menyederhanakan proses birokrasi sehingga dapat mendorong penciptaan perluasan kesempatan kerja dan juga perekonomian secara keseluruhan.

"Kami menilai tujuan itu bukan hanya mewakili satu elemen, tapi juga berdiri di atas kepentingan pekerja, pelaku UMKM dan sebagainya," katanya.

Pernyataan tersebut sekaligus membantah tudingan Perppu Ciptaker hanya mewakili kepentingan pengusaha. Fadjar yang merupakan Tenaga Ahli di bidang ekonomi mengatakan pengusaha justru mengeluhkan upah minimum dalam PP Nomor 78 tahun 2015 yang dianggap terlalu tinggi. Di satu sisi, lanjut dia pekerja mengeluhkan upah minimum yang dianggap rendah dalam aturan PP Nomor 36 tahun 2021.

Menurut Fadjar, penyusunan Perppu Ciptaker sudah melalui proses menyerap aspirasi masyarakat dan memberikan penjelasan atau informasi ke publik untuk menghindari mispersepsi. "Formula upah minimum dalam Perppu Cipta Kerja menjadi bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk memoderasi, mendengarkan aspirasi dari masyarakat serta untuk berdiri di atas semua pihak dan kepentingan," ucap Fadjar.

Fadjar berpendapat persepsi tentang keberpihakan memang akan selalu muncul, baik dari sisi pengusaha maupun pekerja. Hal itu pun tidak hanya terjadi pada Perppu Cipta Kerja, tapi juga terjadi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya. Fadjar juga meluruskan mispersepsi Perppu Ciptaker yang mengatur libur kerja satu hari dalam sepekan yang berkembang di publik. Dia mengatakan pengaturan mengenai durasi hari kerja tidak mengalami perubahan.

Hal itu menurut dia tertuang dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 77 Ayat 2 bagian Ketenagakerjaan, dimana telah ditentukan bahwa waktu kerja adalah 7 jam sehari berlaku untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja dalam seminggu. "Di luar waktu yang disepakati itu tentu dihitung sebagai overtime, tidak bisa bersifat sukarela pekerja," ujar Fadjar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement