REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemohon visa rumah kedua (second home visa) untuk tinggal di Bali masih nihil pada tahun 2022, kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM RI Anggiat Napitupulu. Sejauh ini, kata dia, warga negara asing (WNA) yang cukup banyak tinggal di Bali adalah para pemegang visa lanjut usia (lansia) kurang lebih 6.000 orang.
"Untuk Bali, saya belum mendapat informasi ada orang asing yang berangkat ke Indonesia dengan second home visa, yang banyak masih pemegang visa lansia 6.000 orang, dan itu masih bisa diperpanjang," kata Anggiat, Senin (26/12/2022).
Visa rumah kedua merupakan layanan terbaru untuk WNA yang diluncurkan pada tahun ini oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI.
WNA yang mengantongi visa rumah kedua dapat tinggal di Indonesia selama 5 tahun atau 10 tahun tanpa ada kewajiban bekerja atau berbisnis di Indonesia. Walaupun demikian, pemegang visa rumah kedua diwajibkan menunjukkan bukti kepemilikan uang setara Rp 2 miliar yang disimpan dalam rekening bank milik negara, atau sertifikat kepemilikan properti mewah di Indonesia.
Bukti itu, kata Anggiat Napitupulu, harus dapat ditunjukkan oleh pemegang visa maksimal sampai 90 hari sejak mereka tiba di Indonesia. "Dalam waktu 90 hari, orang asing itu harus datang ke kantor imigrasi membuktikan bahwa ini uang saya sebesar Rp2 miliar ada di bank, lengkap dengan surat keterangan bank bahwa uangnya ada, atau bukti kepemilikan properti mewah, dipilih salah satu," katanya.
Jika syarat itu dipenuhi, lanjut dia, imigrasi bakal sahkan visa yang diajukan oleh pemohon. Namun, jika WNA yang tiba di Indonesia dengan visa rumah kedua gagal menunjukkan bukti kepemilikan uang atau sertifikat properti mewah, imigrasi akan menagih syarat tersebut.
"Jika dalam waktu 90 hari tidak lapor-lapor, kami uber, kami buru," katanya.
Ia menjelaskan bahwa layanan visa rumah kedua merupakan salah satu upaya pemerintah menjaring WNA yang potensial untuk berinvestasi atau membangun bisnis di Indonesia.
"Silakan masuk dengan visa tinggal terbatas sambil mikir-mikir (peluang investasi). Oleh karena itu, kami membutuhkan bukti kepemilikan dana yang demikian besar supaya kalau nanti dia berlama-lama di Indonesia jangan sampai tidak ada uangnya untuk hidup," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Bali.