REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Renanda Bachtar, mengatakan sulit tak melihat Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah melakukan intervensi politik jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Apalagi, Jokowi kerap melontarkan kode dan pernyataan dukungan terhadap satu sosok tertentu.
"Presiden Jokowi yang seharusnya netral dan steril dalam urusan Pemilu, malah sibuk memberikan endorsement kepada sejumlah tokoh yang diketahui akan maju sebagai capres," ujar Renanda lewat keterangannya, Kamis (22/12/2022).
Menurutnya, pernyataan Jokowi sulit untuk tak dianggap sebagai bentuk intervensi politik. Di mana hal serupa tak pernah dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya, termasuk Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ini sulit untuk tidak dianggap sebagai sebuah intervensi. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Presiden-presiden sebelumnya, termasuk SBY di akhir periodenya," ujar Renanda.
Jokowi dan pemerintah diminta untuk fokus dalam pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19. Termasuk dalam mengurangi angka pengangguran yang terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
"Masih ada waktu dua tahun, Jokowi dan kabinetnya kalau fokus bekerja untuk rakyat, bukan sibuk melanggengkan kekuasaan, mungkin ekonomi kita bisa membaik. Kemiskinan bisa turun, meski tidak bakal mampu menyamai prestasi SBY," ujar Renanda.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengetahui sejumlah pihak yang menuduh dirinya ikut campur tangan dalam verifikasi partai politik (parpol) untuk menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hal itu lantaran ada anggapan jika ia ikut campur dalam praktik lolos dan tidaknya sebuah partai ikut Pemilu 2024.
"Paling enak itu memang mengkambinghitamkan menuduh presiden, Istana, Jokowi, paling enak itu. Paling mudah dan paling enak," kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dalam Hari Ulang Tahun Ke-16 Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Jokowi mengakui urusan lolos dan tidaknya peserta Pemilu 2024 menjadi repot karena ada pihak yang menyeret-nyeret Istana di balik keputusan tersebut. Dengan nada bercanda, Jokowi bahkan menyebut malah khawatir bila nanti ada partai yang gagal koalisi malah juga akan menuduh Istana.
"Gagal koalisi nanti yang dituduh Istana lagi. Ini Istana ini, Istana, Istana. Padahal, kita itu tidak ngerti koalisi antarpartai, antarketua partai yang ketemu," ungkap Jokowi.