Senin 12 Dec 2022 08:24 WIB

Guru Besar Unair Geram IDI Dituding Lembaga Superbody hingga Biang Kerok

Dicurigai ada pihak-pihak yang ingin memecah belah IDI.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Logo Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Foto: Dok IDI
Logo Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Bidang Ilmu Kedokteran Bedah Plastik di Universitas Airlangga (Unair), Djohansjah Marzoeki, mengajak pihak-pihak yang menuding organisasi profesi bidang kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), sebagai lembaga superbody atau biang kerok darurat dokter untuk diajak debat. Ia menduga ada pihak-pihak yang ingin memecah belah IDI.

"Kalau ada masalah yang merendahkan IDI, saya memang mengimbau mereka ini diajak debat. Masalah yang mengganjal atau kontroversial hendaknya bisa diselesaikan dengan debat, diskusi, atau negosiasi," ujarnya saat di konferensi virtual forum komunikasi IDI, Ahad (11/12/2022).

Baca Juga

Djohansjah mencurigai ada kubu-kubu yang ingin memecah belah IDI. Oleh karena itu, ia meminta anggota IDI bisa pro aktif mengundang membahas masalah terkait eksistensi IDI.

Ia menegaskan, IDI bukan pengagum kekuasaan, melainkan kebenaran, kemanusiaan, altruisme pekerjaan. Jadi, ia menilai orang-orang yang mengatakan IDI sebagai superbody seperti punya konotasi yang jelek seolah-olah IDI berkuasa dan bisa berperilaku sewenang-wenang.

"Ini menurut saya keliru, atau memang tidak mengerti tentang dokter dan peran dokter," kata pria yang juga anggota IDI ini.

Ia menjelaskan, peran dokter sebagai akademisi nomor satu. Karena sebagai akademisi, jadi dokter bekerja atas prinsip-prinsip keilmuwan budaya ilmiah. Selain itu, ia menyebutkan peran dokter adalah profesi untuk mengobati orang dan masyarakat, tindakan preventif, upaya promotif yang dikontrol oleh sumpah dan etika kedokteran.

Di samping itu, masih ada peraturan, tata tertib, dan lain-lain yang harus diikuti dalam prisesnya. Jadi, ia menyebut dokter sebagai ilmuwan dan profesi sudah terkontrol dengan baik. Yang terpenting, ia mengingatkan ilmu kedokteran secara spesifik bahwa hanya kelompok dokter yang mengerti. Jadi, baik dalam ilmu yang sudah ada maupun perkembangannya hingga pengajarannya tentunya hanya bisa dilakukan oleh para dokter.

"Etika dan sumpah dokter menguasai mereka yang bergelut di dalam ilmu kedokteran," ujarnya.

Artinya ia menegaskan di hulu yaitu pendidikan kemudian sampai praktiknya, pengawasannya dan lain-lain yang mampu melakukan adalah dokter sendiri yaitu profesi kedokteran. Ini tidak mungkin dilakukan oleh profesi lain seperti politikus. Mereka juga tak bisa mengajar atau kontrol karena tidak mengerti.

"Jadi, sudah seharusnya, sudah sewajarnya kalau mulai dari hulu hingga hilir dilakukan oleh dokter, konsil kedokteran," katanya.

Artinya, ia menegaskan peran dokter yang dikonotasikan sewenang-wenang adalah hal yang salah. Ia juga membantah anggapan IDI adalah lembaga superbody dalam pola pikir orang-orang.

Kendati demikian, ia menilai kekeliruan ini bukan masalah besar. Sebab, pemikiran yang salah bisa diluruskan. Namun, ia keberatan jika IDI dianggap boang kerok darurat dokter. Menurutnya, tuduhan biang kerok rasanya seperti penghinaan. 

"Makanya kami minta orang yang menyebut biang kerok ini harus diclearkan dengan alasan rasional dengan alat bukti, alat ukur. Jadi, kita coba untuk berdebat di situ," katanya.

Ia menegaskan, IDI dalam keilmuwan penuh dengan nuansa ilmiah. Jadi, IDI tidak menghargai kekuasaan. IDI justru menghargai hargai benar atau salah, valid atau tak valid. IDI tak peduli dengan kekuasaan dan itu sudah dipraktikkan oleh IDI dalam penunjukkan anggota konsil. Ia mengingatkan mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto yang ditunjuk di luar tata cara undang-undang.

"Kemudian, IDI tidak peduli. Akhirnya pesiden dituntut ke pengadilan sampai naik banding," katanya.

Kemudian tentang visi dokter, ia menegaskan dokter adalah bekerja pada manusia secara ilmiah. Kemudian ada empati dan bukan untuk dirinya sendiri. Jadi, ini untuk perikemanusiaan bagi seluruh manusia.

"Artinya kalau itu dianggap sebagai sewenang-wenang itu aneh karena seolah-olah itu untuk kepentingan IDI. Padahal, apa yang dilakukan oleh organisasi profesi untuk kepentingan masyarakat bersama-sama dengan pemerintah yang punya wewenang dan kekuasaan di publik," ujarnya.

Ia menambahkan, IDI sebagai partner dalam mengabdi kepada masyarakat melalui kebijakan yang dipimpin pemerintah. Namun, ia menyoroti kadang pemerintah yang justru tidak mengajak IDI. Menurutnya, ini pada akhirnya bisa memicu keributan karena yang punya wewenang tidak mengindahkan IDI sebagai partner kebijakan publik.

"Oleh karena itu karena visinya untuk kemanusiaan, altruism, jadi selayaknya IDI cuma satu," ujarnya.

Menurutnya, buat apa ada dua organisasi profesi kesehatan atau lebih karena seolah ada kepentingan kelompok, ada kubu, dan seperti ada persaingan antaradokter. Menurutnya ini keliru dan tidak sesuai dengan visi IDI yang tidak mementingkan dirinya. "Seharusnya tidak ada kubu di IDI. Ini yang mungkin menyulut sesuatu yang tidak layak dilakukan," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement