REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Santoso mendukung penuh semangat pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, ia berharap tidak sampai mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat.
"Perlu dipastikan bahwa semangat kodifikasi dan dekolonisasi dalam KUHP ini jangan sampai mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat,” ujar Santoso, dalam keterangannya, Rabu (7/12/2022).
Menurut dia, permintaan itu sudah disampaikan dalam catatan dari Fraksi Partai Demokrat terkait RUU KUHP pada Selasa (6/12/2022). Karenanya, fraksi Demokrat menghimbau pemerintah memastikan implementasi RUU KUHP ini tidak akan merugikan masyarakat, melalui pengaturan yang berpotensi mengkriminalisasi warga.
Santoso mengatakan, pemerintah harus mampu menjamin terpenuhinya hak-hak masyarakat, terutama hak-hak atas kebebasan berpendapat. Karena itu, diperlukan pemahaman dan kehati-hatian oleh aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan RUU KUHP. Sebab, saat ini masih terdapat keresahan di masyarakat terkait hak bersuara dan berpendapat.
Beberapa pengaturan yang menjadi catatan tertentu, sebut dia, antara lain terkait dengan pengaturan tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Termasuk didalamnya soal penghinaan terhadap lembaga negara. "Koridor dan batasan-batasan yang telah ditetapkan terkait peraturan tersebut dalam RUU KUHP ini harus secara jelas dipahami dan dijalankan oleh penegak hukum secara baik,” kata Santoso.
Menurutnya, dengan penerapan yang benar, RKUHP ini tidak akan terjadi penyalahgunaan hukum dalam implementasinya. Termasuk juga terhadap teman-teman jurnalis, tapi jangan sampai sebaliknya.
"Mereka justru diskriminasi dalam rangka menjalankan profesinya. Karena itu perlindungan terhadap hak seluruh masyarakat serta edukasi terhadap aparat menjadi PR (pekerjaan rumah) utama yang harus diprioritaskan oleh pemerintah setelah pengesahan RUU KUHP ini," jelasnya.