REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator DPD RI, DR Abdul Kholik, mengatakan kenaikkan cukai rokok semakin menambah beban dan menyulitkan petani tembakau. Hal ini karena akan menekan produksi olahan tembakau hasil petani menjadi tidak terserap.
''Kenaikkan cukai rokok malah menekan petani tembakau. Hasil panennya terancam tidak terserap oleh pabrik rokok karena pabrik akan mengurangi jumlah produksi rokoknya. Ini belum termasuk dengan kondisi meningkatnya impor tembakau dari luar negeri. Maka posisi petani tembakau dalam negeri makin tertekan,'' kata Kholik, di Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Menurut Kholik, kenaikan cukai rokok tahun 2023 yang mencapai 12 persen itu memang dapat berakibat para pabrikan menekan produksi dan tenaga kerja. Imbasnya situasi ini juga akan membuat naiknnya jumlah pengangguran baru. Beban masyarakat luas akan semakin bertambah di tengah munculnya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kini meluas. Selain itu kenaikkan cukai rokok juga akan meningkatkan peredaran rokok illegal.
''Dari keluhan petani tembakau di daerah kami, mereka mengeluh sangat terdampak imbas kenaikkan cukai rokok. Petani temnakau di Temanggung misalnya, mereka semakin sulit menjual hasil panen tembakaunya karena tidak terserap oleh pabrik rokok,'' katanya.
Untuk mengurangi dampak itu, lanjut Kholik, kenaikkan cukai rokok tidak dikenakan kepada produk sigaret kretek tangan yang melibatkan banyak tenaga kerja (padat karya). Kenaikkan cukai hendaknya hanya diterapkan kepada produk sigaret kretek mesin (SKM) saja. Selain itu impor tembakau juga harus dibatasi. Mekanismenya, bila akan mengimpor tembakau maka harus ada rekomendasi dari asosiasi petani tembakau.
''Selain itu, agar beban hidup petani tembakau lebih ringan, maka dana bagi hasil cukai rokok harus bisa dinikmati oleh petaninya. Bentuknya antara lain berupa bantuan sarana produksi dan pemenuhan dasar kebutuhan hidup lainnya. Ini karena selama ini pemanfaatan dana bagi hasil cukai tembakau tidak secara langsung dinikmati para petaninya,'' katanya.