Sabtu 19 Nov 2022 21:01 WIB

Penjelasan EG dan DEG Jadi Beracun untuk Ginjal

EG dan DEG dibutuhkan di obat sirop sebagai stabilisator.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Barang bukti yang disita di kawasan gudang bahan kimia CV Samudra Chemical, Tapos, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022). BPOM menyita sejumlah barang bukti dari gudang pemasok bahan baku obat sirop CV Samudra Chemical  yang tidak memenuhi syarat  berdasarkan hasil uji 12 sampel Propilen Glikol yang terdeteksi memiliki kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas dari persyaratannya sebesar 0,1 persen. Namun dari 12 sampel tersebut terdapat  9 sampel yang memiliki kadar EG dan DEG hingga 52 persen dan beberapa sample lainnya hingga 92 persen. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Barang bukti yang disita di kawasan gudang bahan kimia CV Samudra Chemical, Tapos, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022). BPOM menyita sejumlah barang bukti dari gudang pemasok bahan baku obat sirop CV Samudra Chemical yang tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil uji 12 sampel Propilen Glikol yang terdeteksi memiliki kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas dari persyaratannya sebesar 0,1 persen. Namun dari 12 sampel tersebut terdapat 9 sampel yang memiliki kadar EG dan DEG hingga 52 persen dan beberapa sample lainnya hingga 92 persen. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Spesialis Anak dari Brawijaya Raharjo, Meirdhania Andina, menjelaskan, senyawa etilen glikol dan dietilen glikol yang jadi cemaran dalam obat sirop untuk anak merupakan stasibilisator. Dengan adanya etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) obat jadi tidak mudah rusak.

"Etilen glikol maupun dietilen glikol sebenarnya bahan yang digunakan untuk stabilisator bahan obat sirop. Arti dari stabilisator adalah supaya obat tidak cepat menggumpal, tidak cepat rusak," ujarnya, Sabtu (19/11/2022).

Baca Juga

Kendati demikian, dia melanjutkan, etilen glikol dan dietilen glikol bisa berubah jadi racun dan berubah menjadi oksalat. Kemudian, dia melanjutkan, apabila terakumulasi dengan ginjal, maka akan meningkatkan kadar asam di dalam tubuh sangat tinggi (asidosis) metabolik dan gangguan ginjal.

Apabila tercemar dan setelah beberapa jam dikonsumsi, dia menambahkan, maka dapat muncul perubahan kesadaran. Kendati demikian, ini tidak langsung terjadi.

"Dari literatur yang ada, dalam 72 jam pertama terjadi asidosis, gangguan jantung, gangguan irama jantung (aritmia)," ujarnya.

Kemudian, dia menambahkan, setelah berhari-hari bahkan berpekan-pekan terjadi gejala sistem neurologi. Penurunan fungsi ginjal ini ditambah dengan hasil tes laboratorium bahwa terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin yang melebihi batas normal.

Ternyata dengan terapi penawar alias antidotum fomepizole dapat berhasil mengatasi gagal ginjal, Andini melanjutkan, hasilnya tidak semua pasien harus dirawat dengan intensif dan tidak semuanya mendapatkan terapi sulih ginjal. Apalagi, tidak semua pusat layanan kesehatan bisa melakukan terapi sulih ginjal. Jadi, dia menegaskan pemberian terapi tergantung pada kondisi anak saat itu dengan pertimbangan serius.

"Namun, tetap dalam monitoring yang ada dan obat-obatan yang dibawah kontrol dokter spesialis," ujarnya.

Ia menyebutkan pilihan terapi apabila tekanan darah tensi tinggi kemudian bisa diberikan anti hipertensi, atau koreksi elektrolit apabila diperlukan, kemudian terapi ginjal, kemudian menjalani ruang perawatan intensif di rumah sakit bagi anak (PICU) dan tetap dilakukan monitoring.

"Monitoring ini yang paling penting, termasuk oleh perawat," ujarnya. Ia menambahkan, terapi ini biasanya dilakukan di pusat layanan kesehatan yang memang sudah menerima rujukan untuk gangguan ginjal akut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement