Rabu 16 Nov 2022 05:41 WIB

Organisasi Kelautan Dorong Penetapan Batas ZEE dengan Vietnam Harus Prioritaskan Bangsa

Potensi ikan yang ada di Laut Natuna Utara juga tak kalah mencolok.

Sejumlah kapal ikan ilegal berbendera Vietnam digiring menuju Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Sejumlah kapal ikan ilegal berbendera Vietnam digiring menuju Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belasan tahun dilaksanakan, sengketa terkait penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan Vietnam yang berada di wilayah Laut Natuna Utara tak kunjung memperoleh kata sepakat. Banyak kekayaan alam yang berlimpah tersimpan di Laut Natuna Utara, berdasarkan laporan CSIS, peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso mengatakan Laut Natuna Utara memiliki cadangan migas sebanyak 160 triliun kaki kubik gas dan 12 miliar barel minyak.

Selain itu, potensi ikan yang ada di Laut Natuna Utara juga tak kalah mencolok. Laut Natuna Utara masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia: WPP-RI 711, bersama dengan perairan Selat Karimata dan Laut China Selatan.

Baca Juga

Potensi kelautan yang besar ini disebut belum dikelola dengan baik, masih banyak masyarakat pesisir yang belum dapat disejahterakan melalui melimpahnya sumber daya laut ini.

Di samping itu, pada Juli 2022 lalu, proses perundingan kembali dilaksanakan yang mana kali ini merupakan perundingan ke-14. 

Mengetahui hal ini, berbagai organisasi nelayan dan maritim turut unjuk suara untuk kepentingan perikanan dan kedaulatan di Indonesia dan mengharapkan agar pemerintah dapat memberikan keputusan yang tepat dan dipertimbangkan.

"Patut diingat Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki potensi kekayaan yang berasal dari sumber daya alam kemaritiman yang sangat besar yang belum dikelola secara maksimal sampai dengan saat ini," kata pendiri serta Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) pada Selasa (15/11/2022).

Beberapa tokoh lainnya juga mengharapkan pemerintah dapat selalu memprioritaskan kepentingan masyarakat Indonesia.

"Pemerintah Indonesia seyogyanya terus selalu memprioritaskan kepentingan nasional termasuk dalam pengelolaan ZEE Indonesia dalam hal ini yang berbatasan dengan Vietnam. Kepentingan nasional yang dimaksud termasuk peningkatan kapasitas dan kemampuan nelayan Indonesia baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan pendekatan pendidikan, pelatihan, dan inovasi teknologi penangkapan ikan yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan," kata Ketua Umum Maritim Muda Nusantara Kaisar Akhir.

Ketua KNTI Provinsi Aceh, Azwar Anas menambahkan, jangan berikan konsesi buat Vietnam dalam perundingan penetapan batas ZEE dengan Vietnam. "Ini kerugian bagi Indonesia, karena kehilangan sebagian wilayah yang menjadi klaim Indonesia selama ini,” kata dia.

Adanya pemberian konsesi ZEE untuk Vietnam disebut-sebut akan berdampak negatif dan sangat merugikan bagi para nelayan. Itu menurut Sekjen Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Budi Laksana.

Menurut dia, hingga saat ini, perundingan penetapan batas ZEE dengan Vietnam tersebut belum menghasilkan keuntungan bagi Indonesia terutama terkait kedaulatan negara.

Di sisi lain, Co-Founder IOJI Andreas Aditya Salim menyampaikan kegiatan illegal fishing atau dugaan illegal fishing oleh kapal ikan Vietnam di daerah laut Natuna Utara di wilayah negosiasi ZEE antara Indonesia dan Vietnam masih ada selama bulan Juli sampai dengan September 2022 dalam press briefing mengenai Analisis Keamanan Maritim pada Senin (31/10/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement