Senin 14 Nov 2022 15:37 WIB

Faktor Meringankan dan Memberatkan Tuntutan Mayor Isak Sattu, Terdakwa 'Paniai Berdarah'

Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu dituntut 10 tahun penjara.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Ilustrasi Pelanggaran Berat HAM
Foto:

 Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu hadir di Pengadilan Negeri Makassar pada Senin (14/11). Satu-satunya terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai itu akan mendengar pembacaan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

 

Sidang yang disiarkan secara virtual ini dimulai sekitar pukul 09.20 WIB. Hakim ketua Sutisna Sawati awalnya menanyakan kondisi kesehatan Isak. 

 

"Saudara terdakwa sehat?" tanya Sutisna dalam persidangan itu. 

 

"Sehat," jawab Isak. 

 

Sutisna lantas menyampaikan bahwa sidang agenda pembacaan tuntutan sudah bisa dimulai. 

 

"Berarti sidang bisa kita lanjutkan kembali,sesuai dengan berita acara sidang yang lalu, hr ini acaranya adalah  pembacaan tuntutan dari penuntut umum," ujar Sutisna.

 

Sutisna juga menanyakan kesiapan JPU dalam pembacaan surat tuntutan ini. 

 

"Penuntut umum sudah siap?" tanya Sutisna. 

 

"Siap Yang Mulia," jawab JPU. 

 

"Terdakwa dengarkan baik-baik penuntut umum akan membacakan tuntutannya," ucap Sutisna. 

 

Selain itu, Sutisna mengimbau agar JPU mempercepat pembacaan surat tuntutan guna menghemat waktu. 

 

"Barangkali ada beberapa hal yang nggak perlu dibacakan, keterangan saksi, terdakwa karena sudah," ucap Sutisna. 

 

Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014. Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah 

Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.

 

Isak Sattu didakwa melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Isak juga diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Rizky Suryarandika

 Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu melampiaskan perasaannya dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Makassar pada Senin (14/11). Terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai itu menganggap tuntutan kepadanya tidak adil. 

 

Dalam sidang tersebut, Isak dituntut pidana penjara selama sepuluh tahun oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tim JPU meyakini Isak terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusian. 

 

"Atas tuntutan tersebut, terdakwa atau penasehat hukum punya hak ajukan pembelaan. Terdakwa bisa pembelaan sendiri atau serahkan sepenuhnya kepada penasehat hukum untuk pembelaan. Bagaimana?," kata Hakim ketua Sutisna Sawati dalam persidangan tersebut. 

 

"Sesuai koordinasi, saya serahkan sepenuhnya kepada penasehat hukum untuk susun pembelaan," jawab Isak. 

 

Sebelum menutup sidang, hakim sempat mempersilahkan Isak untuk memberi tanggapan. Isak memanfaatkan momentum itu untuk mengutarakan perasaannya. Isak mengungkapkan kekecewaannya atas sidang ini yang hanya menetapkan dirinya seorang sebagai terdakwa. 

 

"Dakwaan saya ini prematur dan dipaksakan, tidak adil karena dari pihak kepolisian atau aparat lain tidak ada yang dikenai sanksi atau didakwa, padahal ini secara bersama-sama," ujar Isak. 

 

Isak juga mensinyalir mestinya ada personel kepolisian yang turut bertanggungjawab dalam kasus itu. Sebab insiden Paniai memang terjadi di lokasi yang berdekatan dengan kantor Polsek Paniai Timur dan Koramil Enarotali. 

 

"Saya kalau hanya (anggota) Koramil saja (bertanggungjawab) mungkin masuk akal dari pendapat saya. Tapi justru ini kok kepolisian enggak ada yang didakwa, dimana keadilannya disini? Hanya itu saja yang saya sampaikan," tegas Isak. 

 

Sidang dengan agenda pleidoi dari kubu terdakwa dijadwalkan berlangsung pada 21 November 2022.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement