Sabtu 12 Nov 2022 07:48 WIB

Pengamat Tanggapi Langkah Pemerintah Serap Aspirasi Masyarakat Terkait Pembahasan RKUHP

Dialog Publik ini dilakukan di 11 kota.

Ilustrasi RKUHP
Foto: mgrol100
Ilustrasi RKUHP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Birokrasi yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Bureaucracy and Service Watch (IBSW), Nova Andika berharap pemerintah terus melakukan dialog publik dan sosialisasi untuk menyerap aspirasi terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Ini agar masyarakat lebih memahami dan ikut terlibat memberikan masukan sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.

"Kami mengapresiasi keseriusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM melibatkan masyarakat dalam menyusun RKUHP dengan digelarnya dialog publik dan sosialisasi di sejumlah daerah demi kesempurnaan RKUHP, terutama membahas beberapa pasal yang menimbulkan kontroversi, perdebatan dan polemik di tengah masyarakat," ujar Nova, Jumat (11/11/2022). 

Baca Juga

“Kami mencatat Dialog Publik ini dilakukan di 11 kota dan sebagai hasilnya pemerintah mengadopsi  53 item masukan masyarakat, jadi proses dialog publik ini bukan basa basi semata," kata Nova.

"Agenda dialog publik pembahasan RKUHP ini juga dalam rangka melaksanakan arahan Presiden Jokowi yang meminta jajaran Kemenkum HAM (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) untuk menyerap dan mengakomodasi aspirasi masyarakat dengan kembali melakukan sosialisasi," ujar dia menammbahkan.

Dilansir dari Antara, untuk menjamin partisipasi masyarakat, sosialisasi dan dialog publik terkait RKUHP ini pun telah dilakukan pemerintah. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Profesor Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan bahwa dialog publik tersebut telah dilakukan di sebelas kota, mulai dari Medan pada 20 September, kemudian Padang, Bandung, Denpasar, Surabaya, Pontianak, Samarinda, Makassar, Manado, Ternate, dan terakhir di Sorong.

Berdasarkan masukan tersebut, dia menambahkan terjadi perubahan jumlah pasal dalam RKUHP. Naskah RKUHP versi 9 November atau yang terbaru memiliki 627 pasal, sedangkan versi 6 Juli mencakup 632 pasal.

"Yang lama itu kan 632 pasal, sekarang menjadi 627. Lima pasal dihapus," kata Eddy dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan.

Masukan-masukan dari masyarakat itu dikelompokkan dalam empat kategori, yakni penghapusan, reformulasi, penambahan dan reposisi.

"Pertama adalah reformulasi. Ini antara lain menambahkan kata ‘kepercayaan’ di pasal-pasal yang mengatur mengenai agama. Kemudian mengubah frasa ‘pemerintah yang sah' menjadi ‘pemerintah’. Mengubah penjelasan pasal 218 mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden," kata Edward.

Dalam kategori penambahan, tim perumus menambahkan satu pasal terkait penegasan beberapa tindak pidana terkait tindak pidana kekerasan seksual. Di bagian penghapusan yang dihapus antara lain yaitu terkait advokat curang, praktek dokter dan dokter gigi, penggelandangan, unggas dan ternak yang melawati batas kebun, dan tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup.

"Lima pasal yang dihapus itu. Satu, adaalah soal advokat curang. Dua, praktek dokter dan dokter gigi. Tiga, penggelandangan. Empat, unggas dan ternak. Lima adalah tindak pidana kehutanan dan lingkungan hitup," ujar Eddy.

"Itu memang atas masukan beberapa akademisi termasuk dari KLHK. Jadi kita kembalikan kepada UU eksisting," kata dia menambahkan.

Pada kategori reposisi, tim perumus mereposisi tiga pasal mengenai tindak pidana pencucian uang menjadi dua pasal tanpa ada perubahan substansi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement