Selasa 08 Nov 2022 15:37 WIB

LPSK Desak Pengusutan Ulang Kasus Kekerasan Seksual di Kemenkop UKM

Restorative justice seharusnya tak diimplementasikan dalam kasus kekerasan seksual.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kiri).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak kepolisian mengusut lagi kasus kekerasan seksual di Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM). Kasus ini melibatkan mantan pegawai dan pegawai aktif Kemenkop UKM.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan penyelidikan kasus ini bisa dibuka lagi lantaran penghentian kasusnya tak tepat. Kasus ini memang sempat dihentikan atau SP3 ketika korban dinikahkan dengan salah satu pelaku.

Baca Juga

"Saya pikir bukan hal sulit bagi kepolisian untuk membuka (kasus gang rape ini) tanpa harus melalui praperadilan. Cukup gelar perkara saja, dan buka kembali SP3 itu," kata Edwin kepada wartawan, Selasa (8/11/2022).

Edwin menilai penyelidikan kasus tersebut pantas dilanjutkan supaya korban bisa memperoleh keadilan. Edwin menegaskan restorative justice seharusnya tak diimplementasikan dalam kasus kekerasan seksual. Sebab langkah itu malah memposisikan korban sebagai pihak yang paling menderita.

"Memang tidak sepantasnya kekerasan seksual diselesaikan dengan restorative justice," ujar Edwin.

Edwin juga menyinggung keseriusan aparat penegak hukum guna mengusut lagi kasus itu. Apalagi pernikahan korban dan pelaku diduga dilandasi ancaman.

"Pihak korban dinilai mencabut laporan atau menyetujui perdamaian apakah karena dari kemauan pihak korban sendiri atau (intimidasi) dari pihak lain yang mendesak hal itu terjadi," ujar Edwin.

Selain itu, Edwin mengusulkan kasus ini lebih baik nantinya diusut Polda Jawa Barat demi menjaga profesionalitas. Selama ini, pengambilalihan perkara di kepolisian ialah hal biasa, khususnya pada kasus yang menyita perhatian masyarakat.

"Dilimpahkan ke Polda Jabar untuk menjaga imparsialitas bahwa perkara itu pernah jadi masalah di Polresta (Bogor) sekaligus menjaga objektifitas, profesionalitas," sebut Edwin.

Hingga saat ini, LPSK masih mengkaji permohonan perlindungan yang diajukan oleh korban. Tercatat pada tahun 2019, terjadi kasus kekerasan seksual berbentuk gang rape di lingkup Kemenkop UKM yang kemudian ditindaklanjuti berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.

Kasus itu sempat dihentikan ketika penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) setelah pihak keluarga korban dan para pelaku diduga bersepakat menyelesaikan secara kekeluargaan dengan menikahkan salah satu pelaku dengan korban. Padahal, pernikahan itu diduga sarat dengan tekanan.

Korban dan keluarganya sempat didatangi pejabat Kemenkop UKM dan keluarga pelaku ketika kasus ini sudah dalam proses penyidikan. Dalam kesempatan itu, keluarga pelaku memelas dikasihani. Bahkan keluarga korban dipaksa menikahkan korban dengan salah satu pelaku berinisial ZP yang masih lajang.

Pernikahan itu akhirnya berlangsung pada 12 Maret 2020 menggunakan izin menikah karena pelaku saat itu mendekam di balik jeruji besi. Usai pernikahan, ZP tak berlaku layaknya suami dari korban.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement