Selasa 25 Oct 2022 19:58 WIB

Sidang Ungkap Upaya Kemenko Perekonomian Atasi Kelangkaan Migor

Rapat yang dilakukan tak kunjung membuahkan hasil maksimal.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Sidang kasus korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sidang kasus korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian, Musdalifah Mahmud mengungkapkan, sejumlah rapat menyangkut kelangkaan minyak goreng (migor) dilakukan lembaganya. Namun, rapat itu tak kunjung membuahkan hasil maksimal.

Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi pemberian izin CPO yang mempengaruhi harga minyak goreng (migor) pada Selasa (25/10/2022). Musdalifah menjelaskan, rapat terkait kelangkaan migor dilakukan Kemenko Perekonomian setidaknya empat kali sepanjang Januari 2022 bersama Kemendag.

Baca Juga

Pertama pada 15 Januari, Kemenko Perekonomian membahas kesepakatan satu harga migor 14 ribu per liter bersama Kemendag. Nantinya, selisih dari harga keekonomian dibayar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"(Rapat ini) Ditindaklanjuti dengan permendag mengenai HET (Harga Eceran Tertinggi) migor," kata Musdalifah dalam persidangan tersebut.

Kemudian, pada 18 Januari, rapat membahas skema detail pembiayaan selisih HET migor dari dana BPDPKS. Poin yang disepakati yaitu penyaluran 250 juta liter migor HET per bulan selama 6 bulan. "Pasar tradisional dikasih waktu sepekan untuk penyesesuaian setelah aturan ini keluar," ujar Musdalifah.

Lalu pada 26 Januari, Kemenko Perekonomian menggelar rapat guna memantau kebijakan yang sudah berjalan untuk menentukan langkah lanjutan. Kemenko Perekonomian menemukan kebijakan HET migor sudah menyentuh pasar tradisional.

"Tapi, dari evaluasi belum berjalan baik kebijakan tersebut sehingga dipertimbangkan untuk dikembangkan ke program migor dalam bentuk curah yang didistribusikan oleh BUMN agar sampai ke seluruh pasar tradisional yang belum terjangkau," kata Musdalifah.

Berikutnya, pada 27 Januari, rapat Kemenko Perekonomian menemukan munculnya  kebijakan domestic market obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) dari Kemendag. Kebijakan inilah yang menurutnya berbeda dengan rekomendasi Kemenko Perekonomian.

"Semua rekomendasi (Kemenko Perekonomian) dilaksakan Kemendag?" tanya JPU.

"Tidak Pak, karena tanggal 27 Januari dalam rakortas ternyata kebijakan diubah lagi dengan DMO dan DPO. Lahirnya kebijakan DMO dan DPO sebabkan migor HET enggak ada lagi. Batas subsidi HET cuma sampai 31 Januaru 2022," jawab Musdalifah.

Diketahui, dalam kasus ini JPU menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana; mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. Mereka diduga memperkaya beberapa perusahaan hingga merugikan negara Rp 18,3 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement