Jumat 21 Oct 2022 16:38 WIB

Kasus Izin Ekspor CPO, BLT Migor Disebut Bagian dari Program PEN

Program CPO tak menggunakan anggaran baru dalam mengatasi kelangkaan migor.

Rep: Flori sidebang/ Red: Ilham Tirta
Sidang kasus korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sidang kasus korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perlindungan Korban Bencana Sosial Kemensos, Mira Riyanti mengatakan, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng yang diluncurkan pemerintah pada April 2022 tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara. Karena bukan merupakan anggaran baru yang khusus dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng.

Mira menyebut, BLT minyak goreng untuk membantu masyarakat yang tidak mampu. Terutama dalam menghadapi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.

Baca Juga

"BLT ini disalurkan dalam rangka menghadapi lebaran dan kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok, tidak hanya minyak goreng,” kata Mira saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2022).

Mira menjelaskan, BLT minyak goreng merupakan program bantuan sosial (Bansos) pemerintah yang masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022. Total dana BLT minyak goreng yang dianggarkan sebesar Rp 6,195 triliun.

Bantuan itu, lanjutnya, menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Bantuan dikucurkan untuk periode tiga bulan, yaitu April-Juni 2022 dengan besaran Rp 100 ribu per bulan untuk setiap KPM.

“Jadi pada dasarnya BLT minyak goreng ini adalah Program Bansos reguler yang ada di Kemensos. Adapun dana yang digunakan diambil dari DIPA Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin November 2021,” kata Mira.

Dia menyampaikan, tidak ada kesepakatan antara Kemensos dan Kementerian Perdagangan untuk menggunakan dana tersebut dalam rangka menangani krisis minyak goreng. Mira menyebut, bantuan ini merupakan kesepakatan berdasarkan hasil Rapat Kordinasi Terbatas (Rakortas) dengan Presiden Joko Widodo pada April 2022.

“Berdasarkan hasil Rakortas, BLT minyak goreng disalurkan guna menghadapi Lebaran dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, tidak ada menyebut soal kelangkaan. Kemensos juga tidak ada kesepakatan dengan Kemendag terkait dengan penanganan minyak goreng,” jelas dia.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Lin Che Wei, Maqdir Ismail menilai, keterangan saksi semakin menegaskan penyaluran BLT minyak goreng bukan merupakan kerugian keuangan negara. Bantuan itu diberikan kepada masyarakat tidak mampu untuk menghadapi kenaikan harga yang terjadi saat Lebaran dan juga dalam rangka pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi Covid-19.

“Jadi, ini adalah bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap kalangan fakir miskin yang memang dipelihara negara. Ini tidak bisa dianggap sebagai kerugian keuangan negara,” kata Maqdir.

Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian, Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. Mereka diduga memperkaya beberapa perusahaan hingga merugikan negara Rp 18,3 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement