REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masyarakat terus diminta mewaspadai gagal ginjal akut misterius yang terjadi pada anak-anak. Pasalnya, angka kematian dari kasus ini terus bertambah di Indonesia.
Beberapa gejala yang timbul seperti demam, batuk pilek, penurunan frekuensi urine hingga infeksi saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani mengimbau agar perawatan anak yang menderita demam lebih mengedepankan tatalaksana non-farmakologis atau tidak menggunakan obat-obatan.
Hal ini untuk menghindari anak gagal ginjal akut misterius. Pasalnya, Kemenkes memastikan gangguan ginjal akut pada anak disebabkan karena adanya tiga zat berbahaya yang terkandung dalam obat sirop. Ketiga zat tersebut yakni etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butil eter.
"Seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis," kata Emma, Senin (24/10/2022).
Jika terdapat gejala berupa penurunan frekuensi atau volume urine, hingga tidak ada urine baik itu dengan demam atau tanpa demam, diminta untuk segera ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Terutama anak yang berusia di bawah enam tahun.
"Segera dibawa ke puskesmas terdekat atau ke rumah sakit jika di luar jam kerja puskesmas," ujar Emma.
Selain itu, Emma juga meminta agar orang tua yang memiliki anak usia balita tidak memberikan obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang berkompeten. Setidaknya, kata Emma, hal ini dilakukan hingga adanya pengumuman resmi dari pemerintah.
Pihaknya juga telah membuat surat edaran terkait dengan kewaspadaan gangguan ginjal akut misterius ini. Surat edaran ini ditujukan tidak hanya ke fasyankes, namun juga organisasi profesi dan masyarakat.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah mengatakan, surat edaran itu dibuat untuk menekankan kembali surat edaran dari Kementerian Kesehatan terkait kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Dalam surat edaran tersebut, disebutkan fasyankes hingga organisasi profesi tidak meresepkan obat dalam bentuk sirop. Termasuk apotik yang juga sudah mendapat surat edaran tersebut melalui organisasi profesi apoteker.
"Sesuai surat Kemenkes, diminta untuk semua obat-obatan yang sediaannya dalam bentuk sirop sementara tidak diberikan dulu, sampai hasil penelitian dari Litbang Kemenkes keluar," kata Lana.