Jumat 21 Oct 2022 13:17 WIB

Para Orang Tua Resah Obat Penurun Panas Ditarik dari Pasaran

Penangguhan obat karena adanya risiko infeksi dan kasus gangguan ginjal akut.

Rep: Idealisa masyrafina/ Red: Ilham Tirta
Apoteker memeriksa stok obat sirop yang terindikasi mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) diatas ambang batas, untuk ditarik dan dikembalikan kepada distributor di Apotek Samudra Farma, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (21/10/2022). Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Banyumas menghentikan penjualan semua produk obat sirop setelah mendapat instruksi dari Kemenkes dan mengembalikan lima produk yang sudah terindikasi berbahaya sesuai temuan BPOM kepada distributor.
Foto: ANTARA/Idhad Zakaria
Apoteker memeriksa stok obat sirop yang terindikasi mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) diatas ambang batas, untuk ditarik dan dikembalikan kepada distributor di Apotek Samudra Farma, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (21/10/2022). Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Banyumas menghentikan penjualan semua produk obat sirop setelah mendapat instruksi dari Kemenkes dan mengembalikan lima produk yang sudah terindikasi berbahaya sesuai temuan BPOM kepada distributor.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kebijakan Pemerintah yang menghentikan sementara penjualan obat Paracetamol sirup untuk anak-anak menimbulkan keresahan bagi para orangctua. Penangguhan ini dilakukan karena adanya risiko infeksi dan kasus gangguan ginjal akut pada anak.

Kebijakan ini tidak hanya meresahkan orang tua, mereka juga bingung karena tidak bisa lagi menyimpan stok obat penurun panas di rumah untuk kasus darurat. Salah seorang ibu di Purwokerto, Dyah Sugesti (30 tahun) mengaku kebingungan dengan kebijakan ini.

Baca Juga

Ibu tiga anak itu harus selalu menyetok obat penurun panas di rumah karena riwayat kejang anak bungsunya yang berusia tiga tahun. "Jadi kalau anak saya demam di angka 39 lebih itu dia akan kejang. Nah itu kan bikin khawatir, kalau obat sirupnya dihentikan dan dilarang kita ngatasinnya gimana, kan bingung," ujar Sugesti kepada Republika.co.id, Jumat (21/10/22).

Apalagi, rumahnya juga jauh dari fasilitas kesehatan 24 jam. Tentunya hal ini akan sangat membingungkan apabila anaknya demam di malam hari.

Biasanya solusi efektif adalah menggunakan obat sirop penurun panas sambil menunggu esok hari tiba. Akan tetapi, ia tidak memiliki kendaraan pribadi dan kendaraan online tidak selalu ada di tengah malam, tidak seperti di kota-kota besar.

Sementara itu, terkait lima merek obat penurun panas yang ditarik peredarannya, Sugesti mengaku pernah menggunakan salah satu merek tersebut beberapa tahun lalu. Meski akhir-akhir ini ia selalu menggunakan Sanmol untuk anak-anaknya.

"Saya berharap mudah-mudahan ada solusi yang tepat buat hal ini," ujarnya.

Sementara itu, Yuliana (47 tahun), menilai Pemerintah sangat lalai dalam hal ini. Ia mempertanyakan peran BPOM sebagai lembaga yang mengawasi obat-obatan.

"Kenapa bisa-bisanya meloloskan produk yang merugikan masyarakat dan mengancam jiwa? Peran lembaga ini ngapain saja? Kok bisa produk tersebut sudah didistribusikan bertahun-tahun tidak ada evaluasi?" tutur Yuliana geram.

Ibu dari anak berusia 6 tahun ini sangat mengkhawatirkan kasus ini karena tidak hanya terkait kesehatan anak, tapi juga mengancam jiwa anak. Apalagi, ia pernah memberikan salah satu produk yang dilarang tersebut kepada anaknya, yaitu Termorex.

Ia pun bersimpati pada orang tua korban dari anak-anak yang terkena gagal ginjal akut. Menurutnya, pemerintah dan lembaga terkait yang memiliki kewenangan terhadap pengawasan obat harus dituntut.

"Minimal sampai ada satu output yang tercapai, yaitu ada kompensasi kepada keluarga korban, baik dalam bentuk pembiayaan pengobatan lanjutan/terapi, maupun santunan bagi keluarga korban yang meninggal," katanya.

Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berkoordinasi untuk menentukan produk obat sirup mengandung bahan kimia perusak ginjal yang segera ditarik dari pasaran. "Jadi sekarang, kami berkoordinasi dengan BPOM supaya bisa cepat dipertegas, itu obat-obatan mana saja yang harus kita tarik," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kamis (20/10/2022).

Ia mengatakan, rencana penarikan produk obat sirop itu berkaitan dengan temuan tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) pada 15 sampel produk obat sirup yang diteliti dari pasien gangguan ginjal akut. Zat kimia tersebut terdeteksi di organ pasien melalui penelitian terhadap 99 pasien balita meninggal akibat gagal ginjal di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement