REPUBLIKA.CO.ID, Sebanyak 559 personel Polri mengantre masuk ke Istana Negara pada Jumat (14/10/2022) siang tanpa membawa topi, tongkat komando, dan telepon selular (ponsel). Tujuan dari 24 orang pejabat utama Mabes Polri (3 orang diwakili karena keluar negeri), 33 orang kapolda (1 orang diwakili karena ada kegiatan) serta 490 kapolrestabes, kapolresta dan jajaran itu, berjejer ke istana untuk mendengar arahan dari Presiden Jokowi.
Arahan tersebut disampaikan menyusul sejumlah kejadian 'luar biasa' di tubuh Polri. Seperti kasus pembunuhan yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdi Sambo, tragedi Kanjuruhan yang menyeret tiga orang anggota Polri sebagai tersangka. Pada hari bersamaan dengan pengarahan dari Presiden Jokowi itu, Irjen Pol Teddy Minahasa dijadikan tersangka karena penjualan barang bukti kasus narkoba.
Para personel Polri tersebut juga hanya boleh membawa buku catatan dan pulpen serta tidak boleh mengajak ajudan atau yang sering disebut ADC (aide de camp), sehingga mau tidak mau persepsi masyarakat terhadap pertemuan itu adalah pejabat Polri 'dilucuti' di hadapan Jokowi.
Pungli hingga presisi
Meski pada awalnya Presiden Jokowi memberikan apresiasi kepada jajaran Polri karena menjadi pihak yang paling mendorong gerakan vaksinasi Covid-19 hingga 440 juta dosis. Namun, menurut Presiden, sejak peristiwa Ferdi Sambo, semua berubah menjadi runyam.
Menurut Presiden, tingkat kepercayaan kepada Polri pada November 2021 itu masih 80,2 persen, sangat tinggi. Namun pada Agustus 2022 jatuh ke angka 54 persen.
"Jatuh, terus terang itu rendah sekali," kata Presiden dengan suara pelan. Untuk meningkatkan kepercayaan tersebut, Polri harus bekerja keras.
Presiden Jokowi mencatat setidaknya 5 jenis keluhan terbanyak masyarakat terhadap Polri. Di posisi pertama, yaitu 29,7 persen keluhan adalah pungli oleh polisi.
Keluhan kedua adalah pendekatan represif terhadap masyarakat dan selanjutnya mencari-cari kesalahan berada di nomor 3 (19,2 persen).
Keluhan keempat adalah "gaya hidup" mewah para anggota Polri.
Presiden mengaku terlalu banyak, terlalu banyak mendapatkan laporan. Sehingga kembali dia mengingatkan mengenai masalah gaya hidup, bahkan urusan kecil-kecil, tetapi itu bisa mengganggu kepercayaan terhadap Polri.
"Urusan tadi, urusan mobil, urusan motor gede, urusan yang remeh temehnya, sepatunya apa, bajunya apa. Dilihat masyarakat sekarang ini," ungkap Presiden.
Pada era media sosial saat ini, masyarakat memantau setiap langkah anggota Polri, dari ujung kepala hingga ujung kaki, karena Polri adalah aparat penegak hukum yang paling sering berinteraksi dengan rakyat.