Selasa 04 Oct 2022 17:09 WIB

ICJR Minta Seret Pelaku Tragedi Kanjuruhan ke Pengadilan

Tragedi Kanjuran bukanlah bentuk pelanggaran etik, melainkan ranah pidana.

Rep: Mabruroh/ Red: Ilham Tirta
Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ICJR turut berduka sedalam-dalamnya dan bersimpati kepada keluarga atas meninggalnya para korban dalam peristiwa di Stadion Kanjuruhan (1/10/2022). Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus AT Napitupulu meminta pelaku tragedi kanjuran dibawa ke pengadilan.

Menurut Erasmus, 28 personel Polri yang diperiksa terkait tragedi Kanjuruhan tidak cukup hanya dikenakan sanksi etik. Menurut dia, tragedi di stadion Kanjuran bukanlah bentuk pelanggaran etik, melainkan sudah memasuki ranah pidana.

Baca Juga

“Ini sudah masuk ranah pidana karena jatuhnya korban jiwa, ini terjadi karena penggunaan kekuatan yang belebihan, yang mana penggunaan kekuatan berlebihan tersebut dapat diprediksi akan berakibat fatalnya ketika dilakukan di ruang dengan keterbatasan akses keluar seperti stadion,” jelasnya.

Penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of power) yang tidak proporsional dan menyebabkan kematian, sudah seharusnya diusut menggunakan jalur pidana. Bahkan, Polri telah mengakui mulainya pemeriksaan pelanggaran ketentuan Pasal 359 dan 360 KUHP.

“Pasal-pasal ini tentunya dapat digunakan, selain dengan Pasal 338 KUHP berkaitan dengan pembunuhan,” kata dia.

Melihat kronologi yang bertebaran di media menunjukkan betapa buruknya kontrol konflik massa yang dilakukan Polri. Dalam beberapa video yang beredar, terlihat adanya penggunaan gas air mata, walaupun dalam standar FIFA itu dilarang di lapangan sepakbola.

“Dari kronologi tersebut, dapat dilihat kausalitas dari kematian para penonton tersebut, dan ini bukanlah permasalahan kode etik, melainkan sudah menjadi perbuatan pidana,” kata dia.

Penggunaan kekuatan telah diatur di dalam regulasi internal Polri melalui Perkap Nomor 1 Tahun 2009, namun penggunaan kekuatan yang berlebihan tidak pernah diperiksa dan dipertanggungjawabkan oleh pihak kepolisian secara tegas. Peristiwa ini harus menjadi titik balik kepolisian untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena tidak seluruh kesalahan yang dilakukan personel adalah pelanggaran kode etik.

“Berdasarkan semua itu, ICJR mendorong Kepolisian secara tegas mengusut anggotanya yang telah melakukan pelanggaran pidana dan mempertanggungjawabkannya sesuai dengan jalurnya dan bukan hanya melalui jalur pemeriksaan etik,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement