REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Penasihat Hukum General Manager Musim Mas Group, Togar Sitanggang, Denny Kailimang menegaskan kliennya Togar Sitanggang menjadi korban dari peraturan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang diduga berubah-ubah. Peraturan tersebut membuat Togar duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam kasus dugaan korupsi minyak goreng (migor).
"Kami korban dari peraturan," kata Denny Kailimang setelah sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (29/9).
Denny menjelaskan Peraturan Kemendag soal Harga Eceran Tertinggi (HET) diklaim sebagai penyebab kelangkaan migor di dalam negeri. Ia meyakini penetapan HET minyak goreng Rp 14.000 per liter tak mengikuti harga minyak sawit mentah internasional (Crude Palm Oil/CPO) yang sudah naik.
"Dengan patokan harga itu produsen tidak mau menjual produknya," ujar Denny.
Denny menyebut kondisi ini menyebabkan pasokan migor di dalam negeri turun hingga menimbulkan kelangkaan. Sementara barang yang sudah diproduksi justru tidak berani dijual di atas harga pasar.
Berawal dari sini, Kemendag mulai membuat serangkaian kebijakan. Hingga akhirnya produsen migor diwajibkan mengalokasikan 20 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri, lewat kebijakan domestic market obligation (DMO). Namun Denny menegaskan, dalam peraturannya, tidak dituliskan mengenai kewajiban produsen untuk memastikan barangnya sampai ke pelosok daerah dengan harga yang sudah ditentukan sebelumnya.
"Dengan adanya 20 persen dengan HET yang ditentutkan itu, tidak disebutkan sampai ke pengecer. Hanya sampai D1," ungkap Denny.
Diketahui dalam kesaksian Oke Nurwan, selaku mantan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, dijelaskan pada tahap D1 atau distribusi dan pengiriman, para distributor membutuhkan biaya lebih untuk memasarkan minyak goreng yang di drop produsen sampai ke pelosok daerah.
"Makanya harganya naik kan. Inilah masalahnya. Maka di Maret (2022) keluar peraturan harga bebas ikutin harga pasar. Cuma minyak curah aja yang Rp 14 ribu," jelasnya.
Dengan adanya peraturan itu, Denny menjelaskan peredaran migor di dalam negeri kembali terpenuhi. Sehingga dia menyalahkan kebijakan-kebijakan Kemendag yang cepat berubah.
"Kami korban dari peraturan," ucap Denny.
Sementara itu, kuasa hukum koorporasi Musim Mas, Refman Basi mempertanyakan puluhan perusahaan ekspor migor yang belum juga diajukan ke persidangan. Sebab hingga saat ini hanya 3 perusahaan yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi migor.
"Saya masih tanya perusahaan lain kok didiemin saja. Kenapa cuma 3 perusahaan yang jadi tersangka. Kemana perusahaan lainnya. Ini ada apa? Apa ini ada?," tanyanya.
Dalam perkara ini, Jaksa mendakwa lima orang terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan keuangan negara Rp 6,04 triliun dan merugikan perekonomian negara Rp 12,3 triliun
Kelima terdakwa itu adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Togar Sitanggang.
Kemudian, penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Serta, bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana.