REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyebut, jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar prinsip netralitas saat gelaran pemilu terus melonjak. Bawaslu pun mengungkap enam faktor penyebabnya.
Komisioner Bawaslu Puadi mengatakan, faktor pertama adalah mentalitas birokrasi yang jauh dari semangat reformasi. Kedua, kepentingan politik partisan ASN yang punya irisan kekerabatan atau kesukuan dengan calon.
Ketiga, digunakannya pemilu sebagai ajang tukar guling kepentingan oleh ASN. Salah satunya kepentingan agar bisa mendapatkan promosi jabatan.
Keempat, adanya intimidasi dan tekanan orang kuat lokal yang terlalu dominan kepada ASN yang berada dalam cengkeraman ekosistem yang tidak menguntungkan. Kelima, penegakan hukum yang masih birokratis.
Puadi mengatakan, penegakkan hukum saat ini masih melibatkan berbagai pihak. Putusannya pun belum sepenuhnya memberikan efek jera kepada ASN yang melanggar prinsip netralitas.
"Faktor keenam adalah politisasi birokrasi yang dilakukan oleh calon peserta pemilu," kata Puadi dalam rapat koordinasi Bawaslu dengan kepala daerah di Bali, Selasa (27/9/2022).
Karena itu, Puadi berharap kepala daerah selaku Penjabat Pembina Kepegawaian (PPK) dapat mengantisipasi enam faktor tersebut saat Pemilu 2024. Dengan begitu, diharapkan jumlah kasus pelanggaran netralitas ASN tidak banyak lagi seperti pemilu sebelumnya.
Data pelanggaran netralitas ASN saat Pemilu 2019 menunjukkan, Bawaslu telah merekomendasikan/meneruskan sebanyak 845 perkara ke Komisi ASN (KASN). Sedangkan pada Pilkada 2020 terdapat 1.398 kasus yang diteruskan ke KASN.
"Kasus-kasus Ini banyak hal, tidak hanya etik, tapi juga ada pidananya," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi itu.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menyebut, keberadaan 4 juta ASN di seluruh Indonesia punya power untuk mempengaruhi hasil pemilu. Jika mereka tidak dikendalikan maka pemilu bakal tidak adil.
Menurutnya, ketidaknetralan ASN, selain ketidaknetralan penyelenggara pemilu, bisa membuat rakyat dan kontestan menolak hasil pemilihan. "Bayangkan kalau sudah capek-capek kita laksanakan pemilu, menghabiskan uang banyak, tapi hasilnya tidak diterima dan tidak dipercaya oleh rakyat dan kontestan. Faktor yang mempengaruhi itu semua adalah netralitas ASN," ujar Bahtiar.
Bahtiar pun menegaskan bahwa Kemendagri, termasuk Mendagri Tito Karnavian, mendukung 100 persen upaya penegakkan netralitas ASN saat pelaksanaan Pemilu 2024. Kemendagri mendorong agar upaya penegakkan netralitas ini bisa dilakukan semakin baik ke depannya oleh Bawaslu dan semua pihak terkait.