REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin menilai, masyarakat tidak boleh malas menggali informasi lebih dalam. Sehingga, tidak disesatkan propaganda ketika membaca laporan, artikel atau penjelasan dari pakar-pakar.
Ia berpendapat, diplomat adalah orang-orang yang tahu bagaimana menggali dan mengenali akar permasalahannya, sehingga tidak mudah disesatkan. Vasyl menilai, perang saat ini tidak hanya perang senjata, tapi juga perang propaganda.
Propaganda, terangnya, selalu terdengar indah, menarik, dan persuasif, seolah sedang menyajikan fakta-fakta dan kebenaran. Namun jika masyarakat mau menggali sedikit lebih dalam, mereka akan menemukan bahwa hal tersebut adalah kebohongan.
Ia menekankan, kondisi yang terjadi di Ukraina saat ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dibayangkan oleh banyak pihak, termasuk bagi masyarakat Ukraina sendiri. Agresi yang dilakukan oleh Rusia telah memicu serangkaian krisis.
Mulai dari krisis logistik, finansial, keamanan pangan sampai krisis diplomasi. Untuk mengatasi agresi, ia merasa, diperlukan pemahaman mengenai latar belakang dan akar permasalahan atau alasan sesungguhnya dari situasi yang terjadi.
"Hanya dengan ini kita bisa menemukan, atau setidaknya mencoba menemukan cara untuk menyelesaikan persoalan dan mengeliminasi ancaman," kata Vasyl dalam Ambassadorial Lecture di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (23/9/2022).
Vasyl menuturkan, latar belakang perang yang terjadi di Ukraina bukan sesuatu yang bisa dijelaskan dalam satu atau dua jam. Diperlukan rangkaian pertemuan untuk mengulas situasi geopolitik dan sejarah panjang yang melatarbelakangi.
Rusia dan Ukraina memiliki perbedaan mendasar seperti pembentukan negara dan ideologi. Ukraina tidak pernah memiliki kaisar atau raja karena semua pemimpin dipilih rakyat dan bisa diberhentikan jika dianggap tidak bertanggung jawab.
Hal ini berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat Ukraina terhadap diri sendiri, negara, dan realitas di sekitar mereka. Menurut Vasyl, warga Ukraina merupakan orang yang bebas, jiwa dan hidup tidak akan diserahkan dengan mudah.
Vasyl mengklaim, selama agresi puluhan ribu pelanggaran kemanusiaan tercatat dengan jumlah korban tidak sedikit, termasuk 389 anak-anak meninggal. Ratusan ribu infrastruktur hancur dan sejumlah wilayah masih dikuasai oleh pasukan Rusia.
Ia menyayangkan, Rusia tidak mendapat sanksi setimpal dengan tindakan yang telah dilakukan. Vasyl melihat, agresi Rusia kemungkinan menjadi usaha merekonstruksi sistem dunia yang mulai bergerak jadi unipolar pasca runtuhnya Uni Soviet.
"Unipolar memang tidak baik, makanya kita butuh kekuatan tandingan. Tapi, apakah kita mau nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia disaingi oleh kediktatoran dan otoritarianisme, saya yakin tidak ada yang akan berkata ya," ujar Vasyl.