Rabu 21 Sep 2022 18:33 WIB

Polemik SE Mendagri Soal Pemberhentian/Mutasi ASN di Daerah dan Penjelasan Tito

SE pemberhentian atau mutasi ASN oleh Pj, Plt, dan Pjs menuai protes kalangan DPR.

Mendagri Tito Karnavian (ketiga kanan) bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/9/2022). Rapat tersebut membahas penyesuaian RKA K/L sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran DPR dan penetapan pagu alokasi anggaran tahun 2023.
Foto:

Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya mengkritisi keputusan Menteri Dalam Negeri yang menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022 yang memberikan persetujuan terbatas kepada penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), dan penjabat sementara (Pjs) dalam mengelola kepegawaian daerah.  Menurutnya, terbitnya SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ adalah praktik yang membawa kemunduran bagi proses demokrasi dan prinsip good governance dalam kehidupan bernegara kita. 

"Terbitnya SE tersebut juga menjadi manifestasi dari praktik otoriterianisme dari seorang pejabat pemerintahan yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang telah berlaku," kata Willy dalam keterangan tertulisnya, Rabu.

Willy menilai, SE Mendagri tersebut telah menyimpangi aturan yang berifat tegas dan memaksa yang diatur dalam Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU No 10 Tahun 2016 terkait dengan larangan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Bahkan larangan tersebut juga diatur dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, karena Plt, PJ, dan Pjs mendapatkan kewenangan dari mandat, bukan delegasi atau bahkan atribusi. 

"Hal tersebut menjadikannya tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran," ujarnya.

Selain itu Willy memandang SE tersebut berbahaya karena telah bertentangan dengan UU ASN dan secara khusus UU Pilkada. Apalagi jika Plt, Pj dan Pjs mengundurkan diri pada saat pendaftaran pilkada (syarat UU Pilkada) dan mendaftar sebagai paslon (3 bulan sebelum pencoblosan), yang berarti menabrak ketentuan 6 bulan sebelum pencoblosan. 

"Apalagi dalam SE juga dinyatakan bahwa tidak diperlukan permohonan persetujuan, sehingga tidak tepatlah aturan ini. Padahal, persetujuan Mendagri terkait dengan Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3) UU No 10 Tahun 2016, justru harus didasarkan pada permohonan dari pejabat Gubernur, Bupati dan/atau walikota sebagai pembina kepegawaian di pemerintahan daerah," ungkapnya.

 

Willy meminta Mendagri Tito Karnavian untuk mencabut/merevisi SE tersebut agar tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan menimbulkan polemik dalam perikehidupan pemerintahan daerah. "Sebagai pembatu presiden, hendaklah Mendagri tidak mengambil kebijakan yang dapat menjerumuskan Presiden lewat ketentuan yang dapat menimbulkan polemik dalam kehidupan bernegara kita.

Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menyarankan, SE tersebut sebaiknya direvisi.

"Kalau memang dirasa ini ya surat edaran itu perlu direvisi atau ditarik kembali, karena memang menimbulkan banyak hal dan kegaduhan juga," ujar Saan, Rabu (21/9).

Ia melihat adanya beragam reaksi dari terbitnya SE yang diteken pada 14 September 2022 itu. Hal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakkonfusifan di berbagai pemerintahan daerah.

"Kita minta penjelasan ke Mendagri, karena kalau misalnya tidak dijelaskan secara clear, banyak sekali intrepretasi yang itu tentu akan merugikan semua," ujar Saan.

 

 

Berbeda dengan Willy dan Saan, anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus mengaku tak mempersoalkan SE Mendagri kepada Pj, Plt dan Pjs Kepala Daerah melakukan mutasi maupun memberhentikan atau memberikan sanksi kepada pejabat di lingkungan pemerintahan daerah. Menurutnya, SE tersebut tak masalah sepanjang dimaksudkan untuk pembinaan ASN dan dalam rangka efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah tentu tidak ada masalah. 

 

"Apalagi SE Mendagri tersebut hanya memberikan kewenangan kepada Pj, Plt dan Pjs secara terbatas," kata Guspardi dalam keterangannya Rabu (21/9).

 

photo
Gaji 13 untuk ASN/PNS - (Tim infografis Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement