Senin 12 Sep 2022 10:00 WIB

Kejakgung Andalkan BUMN Kelola Aset Hasil Sitaan Korupsi

Aset sitaan korupsi harus dipastikan kembali ke negara

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Joko Sadewo
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya mengandalkan BUMN untuk mengelola aset sitaan korupsi. (foto ilustrasi)
Foto: Bambang Noroyono
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya mengandalkan BUMN untuk mengelola aset sitaan korupsi. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN), selalu siap untuk megambil alih sementara pengelolaan aset-aset produktif sitaan hasil dari perkara korupsi yang sedang dalam penanganan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan, tim penyidikannya mengandalkan BUMN sebagai perpanjangan negara, untuk memastikan aset sitaan hasil korupsi tersebut, kembali ke negara.

Febrie mengatakan, pengelolaan oleh BUMN itu juga, untuk menjaga kesinambungan nilai aset. Pun juga, untuk menjaga hak-hak para pekerja, yang terikat di dalamnya. “Dalam setiap proses penyitaan, hingga menunggu putusan inkrah, ini yang jelas kita meminta harus tetap operasional. Karena supaya tidak merugikan pekerja, dan mereka tetap bekerja menerima gaji. Nah, yang lebih paham soal ini, adalah BUMN-BUMN,” ujar Febrie.

Febrie mencontohkan, seperti saat ini, Jampidsus dalam penanganan perkara megakorupsi penguasaan ilegal lahan hutan PT Duta Palma Group, yang menetapkan Surya Darmadi sebagai terdakwa karena merugikan negara Rp 86,5 triliun.

Dalam kasus tersebut, kata Febrie, sitaan sementara aset, mencapai Rp 17 triliun lebih. Sitaan tersebut, beragam bentuknya. Kebanyakan, adalah ratusan ribu hektare perkebunan, dan pabrik pengelolaan kelapa sawit yang tersebar di berbagai provinsi.  “Ada di Sumatera Utara, ada di Riau, ada di Jambi, di Kalimantan,” ujar Febrie.

Aset-aset yang disita terkait dengan kasus Surya Darmadi itu, menurut dia, termasuk sebagai aset produktif karena di dalamnya ada ribuan karyawan.

Jika aset dalam status sita, Kejakgung, tak bisa membiarkan aset tersebut berhenti operasional. Karena akan berimbas kepada negara, sebab ribuan karyawan, dan pegawai dalam aset tersebut akan terancam tak lagi bisa bekerja.

“Karena itu, kita minta BUMN, yang punya PTPN di bidang perkebunan masuk untuk mengelolanya. Untuk kasus Surya Darmadi itu, kita sudah minta BUMN PTPN untuk masuk untuk mengelola,” ujar Febrie.

Aset sitaan berupa perkebunan kelapa sawit milik PT Duta Palma Group di Riau, pengelolaannya diharapkan menggandeng PTPN V. Sedangkan penyitaan aset serupa yang dilakukan kejaksaan di Kalimantan Barat (Kalbar), diharapkan melibatkan PTPN III. “Jadi BUMN-BUMN yang bergerak di bidangnya masing-masing, harus siap-siap dengan langkah kita ini,” ujar Febrie.

Dalam kasus lain yang sudah berjalan, sebetulnya pola serupa juga diterapkan. Seperti saat Jampidsus-Kejakgung menyita aset-aset tersangka terkait kasus megaskandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya, dan PT Asabri.

Dalam kasus tersebut, aset-aset sitaan beragam bentuk, yang kebanyakan adalah tambang batubara dan emas, juga perikanan. Kata Febrie, kejaksaan mengandalkan BUMN di bidang pertambangan untuk dapat mengelola selama status sita.

“Jadi untuk operasional aset-aset produktif yang disita itu, kita minta BUMN untuk masuk mengelola,” kata Febrie.

Pengelolaan oleh BUMN itu, selama proses pengadilan kasusnya berjalan sampai inkrah. Setelah inkrah, kata Febrie, aset-aset sitaan tersebut harus melihat apa yang menjadi keputusan pengadilan yang memutuskan. “Apakah itu nantinya harus dilelang untuk pengganti kerugian negara, atau yang lain, itu kan kita harus tetap melaksanakan. Karena itu perintah pengadilan,” ujar Febrie menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement