Rabu 15 Dec 2021 01:42 WIB

Mahfud: Pemerintah Ajukan Lagi RUU Perampasan Aset ke DPR

Terdapat tiga opsi yang dapat menjadi pengelola aset.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Foto: Dok Setkab
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan segera mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mahfud menyebut, hal ini dilakukan lantaran DPR tidak memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.

"Maka presiden dua hari kemudian menyatakan akan mengajukan itu dan kita mohon pengertian lah agar nanti DPR menganggap ini penting dalam rangka pemberantasan korupsi, agar negara ini bisa selamat," kata Mahfud dalam keterangannya melalui siaran kanal Youtube Kemenko Polhukam, Selasa (14/12).

Baca Juga

Mahfud mengungkapkan, sebenarnya pada tahun 2021, pemerintah sudah mengajukan dua RUU terkait dengan pemberantasan korupsi, yaitu RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal atau Uang Tunai. Namun, sambung dia, dua rancangan itu ternyata tidak masuk dalam prioritas DPR.

Meski demikian, Mahfud menuturkan, DPR dan pemerintah sepakat, jika kedua rancangan tersebut tidak masuk dalam prioritas parlemen, maka hanya satu rancangan yang dipertimbangkan untuk menjadi prioritas, yakni RUU Perampasan Aset. "Waktu itu ada semacam pengertian secara lisan saja gitu bahwa oke yang Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu bisa dipertimbangkan untuk masuk di tahun 2022," ujarnya.

"Ini lebih mudah karena tindak pidananya sudah jelas, tinggal bagaimana perampasan asetnya ketika seorang terdakwa atau tersangka misalnya hilang, tidak muncul, dan sebagainya. Itu akan lebih mudah daripada Undang-Undang tentang Pembatasan Belanja Uang Tunai itu," tambahnya.

Mahfud mengaku optimis target penyelesaian RUU Perampasan Aset pada tahun depan akan tercapai. Apalagi, Mahfud mengungkapkan, ia telah mendengar pernyataan dari anggota Komisi III DPR, Arsul Sani yang menyebutkan bahwa akan lebih mudah jika RUU tersebut diajukan oleh Presiden.

"Nanti DPR akan segera membahasnnya," tutur dia.

Lebih jauh ia menjelaskan, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini sebetulnya sudah pernah dibahas. Namun, jelas Mahfud, dalam pembahasan sebelumnya terganjal satu butir pasal, yakni terkait dengan pengelolaan aset tersebut.

Mahfud menyampaikan, saat itu terdapat tiga opsi yang dapat menjadi pengelola aset. Ketiganya, yaitu Rumah Benda Sitaan Negara (Rupbasan) yang berada dibawah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Ada tiga kementerian atau lembaga pada waktu itu. Sekarang sudah ada kesatuan pendapat di kalangan pemerintah, tinggal bahas itu saja, nanti kalau tidak ada masalah-masalah lain di luar soal teknis seperti itu," jelas dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah mendorong agar UU Perampasan Aset Tindak Pidana agar dapat selesai pada tahun depan. Sehingga penegakan hukum yang berkeadilan dapat terwujud secara profesional, transparan, dan akuntabel, serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 

“Saya juga mendorong, KPK dan Kejaksaan Agung semaksimal mungkin menerapkan dakwaan tindak pidana pencucian uang, TPPU untuk memastikan sanksi pidana dengan tegas. Dan yang terpenting untuk memulihkan kerugian keuangan negara,” kata Jokowi saat memeringati Hari Anti Korupsi Sedunia di Gedung Juang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (9/12).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement