Kamis 01 Sep 2022 14:53 WIB

Irsus Polri: Enam Polisi Sudah Berstatus Tersangka Kasus Obstruction of Justice

Enam tersangka kasus obstruction of justice termasuk Ferdy Sambo.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto (tengah) bersama Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kiri) dan Kabaintelkam Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri memberikan keterangan pers usai menerima berkas Hasil Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Penembakan Brigadir J kepada  di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022). Polri menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM tersebut.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto (tengah) bersama Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kiri) dan Kabaintelkam Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri memberikan keterangan pers usai menerima berkas Hasil Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Penembakan Brigadir J kepada di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022). Polri menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektorat Khusus (Irsus) Polri memastikan enam pelaku pelanggaran obstruction of justice atau penghalang-halangan kasus pembunuhan Brigadir J sudah berstatus tersangka. Kepala Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komisaris Jenderal Polisi Agung Budi Maryoto mengatakan, enam tersangka obstruction of justice tersebut, sudah dalam penahanan di Mako Brimob, di Kelapa Dua, Depok.

Keenam tersangka tersebut, kata Agung, adalah Irjen Pol Ferdy Sambo, selaku mantan Kadiv Propam Polri; Brigjen Hendra Kurniawan selaku mantan Karopaminal Divisi Propam Polri; Kombes Agus Nurpatria selaku mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri; AKBP Arif Rahman Arifin selaku Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri; Kompol Baiquni Wibowo selaku PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. Terakhir, Kompol Chuk Putranto selaku PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.

Baca Juga

“Terhadap keenam tersangka obstruction of justice ini, Divisi Propam, juga akan segera menyidangkan kode etik terhadap keenamnya,” ujar Agung, di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Agung menerangkan, sidang kode etik terhadap keenam nama tersebut, adalah proses profesi internal di Polri. Proses internal tersebut, untuk memastikan apakah keenam nama tersebut, dapat disanksi pemecatan, ataupun bentuk hukuman lain.

Namun, keenam nama tersebut, mengacu Surat Telegram (ST) Kapolri 1628/VIII/KEP/2022, yang diterbitkan 4 Agustus 2022, sudah dicopot jabatannya di Polri. Tim Irsus Polri, Jumat (19/8/2022), merekomendasikan keenam tersebut dipidana.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, di hadapan Komisi III DPR, Rabu (24/8/2022) memastikan enam pelaku obstruction of justice, akan dijerat dengan  sangkaan Pasal 49 juncto Pasal 33, dan Pasal 48, dan Pasal 32 terkait UU ITE, Pasal 233 KUHP juncto Pasal 55, Pasal 56 KUHP, dan Pasal 221 ayat (2) KUHP. 

Kapolri mengatakan, keenam pelaku obstruction of justice, tersebut adalah bagian dari 97 personelnya, yang diperiksa. Dari yang diperiksa, 35 personel diduga melakukan pelanggaran etik.

Keenam tersangka itu, juga dikatakan melakukan perusakan tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Irjen Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga 46 Jakarta Selatan (Jaksel). Juga melakukan perusakan, penghilangan alat-alat bukti, sampai pada manipulasi fakta dalam proses pengungkapan, dan penyidikan.

“Para pelaku obstruction of justice tersebut melakukan tindak pidana berupa menghalang-halangi penyidikan, membuat rekayasa, dan skenario palsu, menghilangkan CCTV, dan merusak alat bukti lainnya,” ujar Kapolri, Rabu.

Terkait obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J tersebut, juga disebutkan dalam rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kepada Polri. Komnas HAM, pada Kamis, menyampaikan resmi hasil penyelidikan, dan investigasi kasus kematian Brigadir J.

Ada tiga kesimpulan yang disampaikan oleh Komnas HAM kepada Polri atas kasus pembunuhan Brigadir J tersebut. Pertama terkait pembunuhan Brigadir J, yang menurut Komnas HAM adalah sebagai praktik dari pelanggaran HAM, berupa extra judicial killing, atau pembunuhan yang dilakukan tanpa proses, dan di luar hukum.

Kedua disebutkan dalam kesimpulan, bahwa pembunuhan Brigadir J tersebut, terjadi tanpa disertai dengan kekerasan, atau tak ditemukan adanya penyiksaan. Ketiga, terkait dengan obstruction of justice.

Baca juga : Kesimpulan Komnas HAM: Pembunuhan Brigadir J adalah Extra Judicial Killing

Laporan Komnas HAM tersebut, diterima resmi oleh Komjen Agung Budi Maryoto, selaku Ketua Tim Gabungan Khusus Polri, yang dibentuk Kapolri untuk pengunkapan, dan penyidikan pembunuhan Brigadir J. Agung, saat menerima laporan resmi Komnas HAM tersebut menerangkan, terkait dengan extra judicial killing, sebetulnya istilah tersebut mengacu pada bentuk lain dari pembunuhan yang saat ini sudah dilakukan oleh Tim Gabungan Khusus, bersama Bareskrim Polri.

“Sebenarnya sama saja (extra judicial killing dengan pembunuhan). Tetapi, kalau di kepolisian itu sesuai dengan Pasal 340 (dan Pasal 338),” kata Agung. 

Lima tersangka yang sudah ditetapkan dalam kasus pembunuhan Brigadir J tersebut, adalah Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer (RE), Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuwat Maruf. Tersangka terakhir yang ditetapkan adalah Putri Candrawathi Sambo, isteri dari Irjen Sambo. 

Kelimanya dijerat dengan Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Kelima tersangka itu, terancam dipidana mati, atau dipenjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun penjara.

Baca juga : Polri Siap Tindak Lanjuti Rekomendasi Komnas HAM Kasus Brigadir J

 

photo
Masyarakat Nilai Sambo Pantas Dihukum Mati - (infografis republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement