Kamis 01 Sep 2022 10:20 WIB

Pembunuhan KM 50, Duren Tiga: Buruknya 'Kurikulum Tersembunyi' Pembelajaran Kemanusiaan

Apa yang kini terjadi membuktikan kecenderungan perilaku hewan dalam diri manusia.

Polisi membagikan buku bacaan untuk anak-anak saat kegiatan Polisi Mengajar di sebuah desa. (ilustrasi)
Foto:

Hidden curriculum merupakan kurikulum yang tidak tertulis, tetapi ada dalam kenyataan. Ia mengacu pada pelajaran, nilai, dan pandangan tidak tertulis, tidak resmi, bahkan sering kali tidak disengaja yang dipelajari anak di sekolah atau luar sekolah.

Dalam kurikulum tertulis dan praktik pembelajaran di sekolah, anak diajarkan oleh gurunya tentang Bapak polisi yang ramah,  mengayomi,  “tangguh” menggasak musuh, dan membela serta melindungi rakyat. Begitu juga tentang kemanusiaan, dalam kurikulum tertulis di sekolah guru mengajarkan muridnya tentang Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana sila kedua Pancasila. Contoh perilaku dari kemanusiaan yang adil dan beradab lebih lanjut diajarkan oleh guru sebagai perilaku yang memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan, mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban antarsesama manusia, mencintai sesama manusia tanpa memandang perbedaan ras, agama, suku, dan status sosial, memiliki sikap tenggang rasa kepada sesama manusia, menjunjung nilai kemanusiaan, memiliki sikap toleransi yang tinggi antarsesama manusia, dan mengikuti dan berpartisipasi pada kegiatan kemanusiaan.

Namun, di luar sekolah mereka disuguhkan realitas yang jauh berbeda dengan apa yang dipelajari di sekolah. Pembunuhan enam laskar FPI di KM 50 dan Brigadir J di Duren Tiga oleh segelintir polisi tuna moral adalah sedikit contoh dari sejumlah peristiwa yang menandakan buruknya kurikulum tersembunyi di Tanah Air kita yang dicontohkan oleh mereka yang justru seharusnya menjadi penjaga moral dan bermoral tinggi. Setidaknya dari dua peristiwa itu siswa kita disuguhkan dalam kurikulum tersembunyi pelajaran tentang tiga perilaku buruk yang jauh dari nilai kemanusiaan: sadis, keji, kejam, dan biadab. Perilaku yang sesungguhnya lebih cocok ditunjukan oleh hewan liar di rimba hutan belantara yang sama sekali tidak bersesuaian dengan yang diajarkan gurunya di kelas. 

Tentu saja kita sangat berharap suatu saat kita memiliki kembali polisi yang benar-benar andal, berintegritas, mengayomi, dan melindungi rakyat sebagaimana kita pernah memiliki sosok polisi jujur dan pengayom seperti Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Negara tanpa polisi, ungkap Khaedar Nashir Ketua Umum PP Muhammadiyah, berbahaya, tapi negara dengan polisi yang tidak berakhlak dan tidak bermoral lebih berbahaya lagi karena dia akan bisa membuat negara tersebut menjadi negara kekuasaan di mana yang berkuasa bukan lagi rakyat tapi adalah mereka karena merekalah yang bisa melaksanakan segala-galanya”. 

Dua peristiwa ini menjadi refleksi. Saatnya negara membenahi kinerja kepolisian. Masih cukup banyak polisi dengan karakter baik, berakhlak dan bermoral, yang kita miliki dan dapat membenahi kinerja Kepolisian Republik Indonesia. Monggo Pak Jendral Listyo Sigit Prabowo dan Pak  Presiden Joko Widodo.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement