REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali mengingatkan Polri untuk tak cuma memecat Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo dalam pelanggaran etik dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, mantan Kadiv Propam Polri tersebut, juga sudah terbukti melakukan pelanggaran etik dan profesi berupa obstruction of justice, yang mengharuskannya mendapatkan penghukuman pidana.
Bukan cuma melakukan obstruction of justice, atau penghalang-halangan penyidikan kematian Brigadir J. Namun, dikatakan Taufan, aksi Irjen Sambo merupakan perbuatan abuse of power, atau penyalahgunaan kekuasaan. “Pemecatan Sambo itu harus. Dia melakukan obstruction of justice dengan menggerakkan begitu banyak orang, dan anggotanya di kepolisian untuk menghalang-halangi penyidikan. Itu kejahatan yang luar biasa. Dan itu abuse of power,” ujar Taufan, di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin (29/8/2022).
Taufan mengharapkan, pemecatan tersebut, bukan babak akhir dari proses penegakan hukum atas perbuatan Irjen Sambo dalam melakukan penghalangan penyidikan, dan penyalahgunaan kekuasaan. “Pemecatan itu hanya awal yang memang keharusan. Tetapi, kita (Komnas HAM) menilai itu tidak cukup. Kita tetap mendorong, supaya perbuatan obstruction of justice, dan abuse of power yang dilakukan oleh saudara Sambo ini, tetap ke ranah pidana,” ujar Taufan.
Hasil sidang Komisi Etik dan Profesi Polri (KEPP), resmi memecat Irjen Sambo dari kepolisian, Jumat (26/8/2022). Namun Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) tersebut, belum dapat dieksekusi, lantaran Irjen Sambo mengajukan banding.
Pemecetan terhadap Irjen Sambo tersebut dilakukan lantaran statusnya sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Dalam putusan sidang KEPP, juga dinyatakan, Irjen Sambo melakukan pelanggaran berat, dan perbuatan tercela, serta menyalahi sumpah jabatan sebagai anggota kepolisian.
Sedangkan terkait status tersangka Irjen Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J, ia dijerat dengan sangkaan Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Dalam kasus pembunuhan tersebut, penyidik juga menetapkan Bharada Richard Eliezer (RE), Bripka Ricky Rizal (RR), Kuwat Maruf (KM), dan Putri Candrawathi Sambo (PC) sebagai tersangka.
Adapun terkait obstruction of justice, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, pekan lalu menyampaikan, tim Inspektorat Khusus (Irsus) sudah memeriksa sebanyak 97 personel. Dari jumlah tersebyt, 35 nama di antaranya, disebut sebagai terduga pelaku. Dari pada terduga pelaku itu, 18 personel mendekam di dalam sel isolasi khusus untuk pemeriksaan maksimal. Dari pemeriksaan tersebut, 6 personel sudah dinyatakan sebagai pelaku, termasuk Irjen Sambo.
Adapun lima pelaku obstruction of justice lainnya, yakni Brigjen Hendra Kurniawan selaku mantan Karopaminal Divisi Propam Polri. Kombes Agus Nurpatria selaku mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri. AKBP Arif Rahman Arifin selaku Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri. Kompol Baiquni Wibowo selaku PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. Kompol Chuk Putranto selaku PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.
Kata Kapolri, para pelaku obstraction of justice tersebut, akan dijerat dengan sangkaan pidana Pasal 49 juncto Pasal 33, dan Pasal 48, dan pasal 32 terkait UU ITE. Dan juga, akan dijerat dengan sangkaan Pasal 233 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana, juga Pasal 221 ayat (2) KUH Pidana. Namun sampai hari ini, para personel pelaku obstruction of justice tersebut, belum ditetapkan sebagai tersangka.