REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rahayu Subekti
Pemerintah belum jadi menaikkan tarif ojek online atau ojol yang sedianya berlaku mulai hari ini. Rencana kenaikan tarif lalu dipertanyakan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
MTI mempertanyakan besaran kenaikan tarif ojol yang melebihi besaran laju inflasi yang saat ini hampir mencapai 5 persen (yoy). "Yang mengusulkan kenaikan tidak transparan seperti apa perhitungannya, kok bisa naik sekitar 30 persen. Apa dikatakan tepat jika menaikkan tarif berlipat-lipat di atas kenaikan inflasi. Dasarnya apa? Jika naik untuk menyesuaikan kenaikan inflasi itu masih wajar-wajar saja," kata Sekretaris Jenderal MTI Harya S Dillon, Senin (29/8/2022).
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Aturan tersebut diteken pada 4 Agustus 2022 lalu.
Apabila dibandingkan aturan sebelumnya, hanya tarif ojol di Jabodetabek yang naik. Namun biaya jasa minimal 4 kilometer pertama di ketiga zona meningkat lebih dari 30 persen. Tarif ojol per kilometer di Jabodetabek menjadi Rp 2.600-Rp2.700 per km dari sebelumnya Rp 2.250- Rp 2.650 per kilometer.
Kemarin, Kemenhub mengumumkan, pihaknya menunda dan mengkaji kembali pemberlakuan tarif baru sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 tersebut. MTI pun menyambut baik keputusan Kemenhub tersebut. Pasalnya, jika Kemenhub tetap memaksa kenaikan tarif ojol sebesar 30-50 persen, akan membuat ojol menjadi tidak kompetitif sebagai moda transportasi yang memang menjadi banyak pilihan masyarakat dalam beraktivitas.
Harya mengapresiasi langkah Kemenhub untuk melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan terkait untuk memetakan masalah, mencari masukan dan solusi secara bersama-sama. Dengan demikian, kebijakan yang diambil dapat memperhitungkan berbagai aspek.
Karena jika dipaksakan, lanjut Harya, dengan kenaikan sebesar itu akan membuat konsumen beralih menggunakan moda transportasi lain seperti taksi yang tarifnya tidak jauh berbeda dengan ojol. "Nantinya konsumen akan lebih memilih naik taksi, dan bisa naik berdua dibandingkan naik ojol. Jadi kenaikan ini jadi tidak kompetitif bagi ojol," ujar Harya.
Tidak kompetitifnya tarif ojol tersebut juga dinilai akan berdampak pada pendapatan pengemudi atau driver, sehingga tujuan utama dari kebijakan Kemenhub yang ingin meningkatkan kesejahteraan driver bisa tidak tercapai. Selain itu, kenaikan tarif ojol juga akan membuat daya beli konsumen menengah bawah yang selama ini menjadi target pasar ojol tertekan.
"Pemerintah harus bisa mempertimbangkan semua itu. Seperti apa sebenarnya segmentasi konsumen ojol. Jika dengan kebijakan ini pemerintah pro terhadap driver, bagaimana dengan masyarakat lainnya yang menjadi konsumen. Jadi jangan berasumsi menaikkan tarif menjadi sebuah solusi," kata Harya.
Ia mencontohkan, kenaikan tarif transportasi udara atau tiket pesawat karena harga avtur sudah mengalami kenaikan dan tengah menjadi fenomena global. Begitu juga dengan tarif angkutan darat seperti taksi, bus dan lain-lain yang biasanya kenaikannya mengacu pada harga bahan bakar minyak (BBM).
Berdasarkan survei terbaru Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang berjudul Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia, menunjukkan mayoritas konsumen hanya mampu memberikan tambahan biaya sebesar Rp 1.600 per kilometer untuk setiap perjalanan yang dilakukan menggunakan layanan ojek daring. Kesediaan membayar atau willingness to pay konsumen apabila ada biaya tambahan sekitar rata-rata 5 persen untuk semua zona.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku masih membutuhkan waktu untuk membahas kenaikan tarif ojol. “Kami butuh waktu dan perpanjangan lagi supaya tidak ada yang miss nanti kita menguntungkan pengendara ojek, penumpang bagaimana?” kata Budi, di Istana Negara, Senin (29/8/2022).
Budi menjelaskan masih waktu satu pekan untuk berbicra kepada stakeholders terkait ojol. Budi menuturkan Presiden Joko Widodo mengharapkan rakyat juga didengar suaranya. “Masyarakat pengguna ojek dan pengendara ojek kita dengar,” tutur Budi.
Budi memastikan Kemenhub mengajak semua pihak berbicara. Budi mengatakan Kemenhub juga sudah sudah melakukan diskusi dengan pihak terkait di kota-kota besar.
“Kita sudah survei dan diskusi di bebagai kota menjadi dasar. Sudah kita tangkap semuanya. Stakeholder juga memberikan suatu pendapat, Polri juga kasih masukan seperti apa pengenaan tarif ojol,” ungkap Budi.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, penundaan tarif ojol dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakat. Selain itu, Adita mengatakan penundaan tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan lebih banyak masukan dari para pemangku kepentingan. Juga sekaligus melakukan kajian ulang agar didapat hasil yang terbaik.
Adita menuturkan Kementerian Perhubungan masih terus berkoordinasi dan menjaring masukan dari para pemangku kepentingan termasuk pakar transportas mengenai tarif ojek online ini. “Kemenhub juga akan segera menyampaikan ke masyarakat jika telah diambil keputusan terkait rencana kenaikan tarif ojol ini,” ucap Adita.
Sementara itu, hari ini massa dari kelompok ojol berunjuk rasa Komplek Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Massa tadi sore membubarkan diri setelah salah satu anggota Komisi V DPR RI, Eddy Santana Putra, menyampaikan hasil pertemuannya dengan 12 perwakilan mereka.
Pada Senin ukul 15.10 WIB, satu per satu demonstran ojek daring yang merupakan massa gabungan ojek ojol dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) membubarkan diri. Sejumlah polisi berjaga dengan membentuk barisan di depan Gedung Parlemen. Sampah kertas hingga botol bekas minuman ditinggalkan oleh para demonstran di lokasi tersebut.
Arus lalu lintas kembali lancar dan ramai dengan penjagaan personel Kepolisian. Hasil pertemuan DPR RI dengan perwakilan ojek daring disampaikan dua hal, yakni pihak DPR mengapresiasi perjuangan ojek daring mengenai tarif yang baru.
Eddy Santana Putra mengapresiasi langkah pengemudi ojek daring berbasis aplikasi yang memperjuangkan tarif transportasi saat berunjuk rasa di depan Gedung Parlemen. Dalam demonstrasi tersebut disampaikan sejumlah tuntutan, yakni menuntut payung hukum dan legalitas profesi ojek daring, revisi potongan komisi pendapatan mitra, revisi perjanjian kemitraan dan menolak kenaikan harga BBM.