Senin 22 Aug 2022 12:10 WIB

Kampus Bebas Radikalisme, Rektor Koruptor: Kegagalan Revolusi Mental?

Universitas dan suksesnya revolusi mental.

Para tersangka Rektor Universitas Lampung Karomani (kedua kanan), Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi (kanan), Ketua Senat Muhammad Basri (kedua kiri) dan pihak swasta Andi Desfian dihadirkan dalam konferensi pers hasil kegiatan tangkap tangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Ahad (21/8/2022). Dari hasil kegiatan tangkap tangan pada Jumat 19 Agustus 2022 KPK menetapkan dan menahan Rektor Unila Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Ketua Senat Muhammad Basri dan pihak swasta Andi Desfiandi sebagai tersangka kasus suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Unila tahun 2022 dengan barang bukti uang tunai Rp414,5 juta, slip setoran deposito bank Rp800 juta, deposit box diduga berisi emas senilai Rp1,4 miliar dan atm serta tabungan sebesar Rp1,8 miliar.
Foto:

Rektor Koruptor, Mengapa?

Korupsi yang dilakukan rektor UNILA ini adalah jenis yang paling sadis. Korupsi yang lebih rendah kebiadabannya bisa terjadi pada korupsi pengadaan barang. Karena umumnya jejaring atau broker kekuasaan memang membuat keadaan terpaksa seseorang pejabat publik harus korupsi. Beberapa universitas swasta kaya dapat memiliki peralatan laboratorium yang canggih dibandingkan universitas negeri, karena kesulitan pejabat publik berhadapan dengan calo-calo proyek. Padahal, negara sudah mengalokasikan dana untuk itu.

Namun, mengorupsi dengan model rektor universitas Lampung ini, yakni meminta uang kepada calon mahasiswa, telah menghancurkan prinsip-prinsip keutamaan moral, menghancurkan kepercayaan diri mahasiswa untuk menjadi SDM andal di kemudian hari dan merusak reputasi universitas itu sendiri.

Program penerimaan mahasiswa mandiri sebenarnya mempunyai banyak manfaat. Pertama, universitas tidak terjebak pada penyeragaman tersentralisasi, seperti era Sipenmaru tahun 1980 an. Kedua, universitas memberikan kesempatan kedua kepada calon mahasiswa yang gagal dalam saringan pertama. Kesempatan kedua secara teoritis diharapkan mampu memberikan penyempurnaan pada kemungkinan kegagalan sistem penerimaan disaringan pertama. Misalnya, ada saja calon mahasiswa genius yang terhalang masuk pada saringan pertama.

Bagiamana dengan biaya jalur mandiri? Sebenarnya, ketika kampus kesulitan mencari pembiayaan dari negara ataupun upaya kampus menambah kemampuan pembiayaan sendiri, wajar saja saringan ala jalur mandiri dikaitkan dengan sumbangan calon mahasiswa. Namun, tentu saja itu bukan syarat mutlak. Syarat mutlaknya adalah kemampuan akademik dan IQ sang calon tersebut. Dan, uang yang diperoleh tentu saja untuk universitas, buka pribadi rektor dan kawan-kawannya.

Lalu, kenapa rektor ini korupsi? Hal ini tentu merupakan kerusakan mental. Pertama, di lingkungan universitas negeri, di bawah jajaran Kemendikbud, belum terdengar kabar adanya biaya suksesi yang mahal untuk menjadi rektor. Model biaya mahal umumnya terjadi untuk kursi kekuasaan eksekutif dan legislatif. Tapi, ini juga mungkin mulai berubah? Kedua, seorang rektor dan sebagai profesor, seharusnya dia sudah hidup lebih dari cukup. Bahkan, seorang Profesor masih mendapatkan tunjangan negara sampai usia tua.

Lalu, apa motivasi rektor koruptor? Ini perlu penyelidikan serius, bisa jadi karena rektor ini korban proyek Revolusi Mental?

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement