Senin 15 Aug 2022 16:51 WIB

Alasan di Balik Penolakan Perlindungan Bagi Putri Sambo

LPSK tak kunjung memperoleh keterangan apapun dari Putri Sambo.

Tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) keluar dari kediaman istri mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi di Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022). Kunjungan LPSK tersebut dalam rangka pemeriksaan atau asesmen psikologis terhadap Putri yang sebelumnya mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK sebagai korban dugaan pelecehan dalam kasus kematian Brigadir J. Republika/Thoudy Badai
Foto:

Upaya pemeriksaan LPSK terhadap Putri Sambo memang selalu menemui kesulitan. Panggilan terhadap Putri Sambo kerap kali hanya diwakili pengacaranya. Atau jika Putri Sambo datang, LPSK tidak berhasil melakukan wawancara karena Putri terus menerus menangis.

Mabes Polri juga sudah resmi menghentikan status penyidikan pelaporan pelecehan atau pencabulan terhadap Putri Sambo yang menjadikan Brigadir Nofriansyah Yoshua atau J sebagai terlapor. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Andi Rian Djajadi mengatakan, terhadap kasus tersebut tak ditemukan adanya peristiwa atas pelaporan tersebut.

Andi pada Jumat (12/8) malam mengatakan, menerbitkan SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan terhadap laporan pelecehan ke Putri oleh Brigadir J. Andi menjelaskan, tim penyidikan Bareskrim Polri sudah mengkaji, dan meneliti terkait penanganan kasus yang sempat dalam proses penyidikan di Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel), dan Polda Metro Jaya tersebut. “Dari hasil gelar perkara bersama Kabareskrim, kita tidak menemukan adanya peristiwa pidana,” begitu kata Andi Rian menambahkan.

Hari ini keluarga Brigadir J mengancam akan memidanakan Putri Sambo. Ancaman tersebut, terkait dengan dugaan penyebaran fitnah, pencemaran nama baik, dan penghinaan, penyebaran kabar bohong, juga kebohongan publik, serta pelaporan palsu, terkait tuduhan pelecehan seksual terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh Putri Sambo dan suaminya, Irjen Ferdy Sambo, di Polres Metro Jaksel.

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, mengatakan rencana pemidanaan terhadap Putri Sambo tersebut, berdasarkan keputusan hukum dari Bareskrim Mabes Polri.

“Itu kan sudah menjadi laporan palsu namanya. Dan kita (tim pengacara keluarga) akan melaporkan pidana atas laporan palsu yang dilakukan oleh Ibu PC (Putri Sambo) dan saudara FS (Ferdy Sambo) tersebut,” ujar Kamaruddin kepada Republika.

Kamaruddin menerangkan, ada banyak sangkaan yang bakal dia ajukan untuk menjerat Putri Sambo ke ranah hukum. Mulai dari Pasal 317 atau Pasal 318, Pasal 221, dan 223 KUH Pidana, serta Pasal 88 dan Pasal 321 KUH Pidana, sampai dengan Pasal 27 UU ITE, atau Pasal 14 UU 1/1946 tentang Informasi Palsu.

“Sampai sekarang, kita memang belum melaporkan. Karena kita masih punya itikad baik dari Ibu PC dan saudara FS, untuk meminta maaf secara terbuka atas tuduhan-tuduhan palsu, yang tidak ada fakta hukumnya itu,” ujar Kamaruddin.

Kamaruddin pun mengatakan, tanpa pihaknya melaporkan semestinya penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri melanjutkan SP3 kasus tersebut dengan menetapkan Putri Sambo sebagai tersangka, lantaran melakukan pelaporan palsu.

Sementara itu, Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) melaporkan dugaan suap yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dalam penanganan kasus kematian Brigadir J. "Hari ini, TAMPAK (Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan Keadilan) mendatangi KPK untuk memberikan laporan atau pengaduan terhadap masalah penyuapan atau mencoba melakukan penyuapan yang dilakukan oleh salah seorang dari stafnya Ferdy Sambo di ruangan Ferdy Sambo, ruangan tunggu Ferdy Sambo pada 13 Juli yang lalu," ucap Koordinator TAMPAK Roberth Keytimu di Gedung KPK, Senin (15/8/2022).

Percobaan penyuapan itu, kata dia, dilakukan terhadap dua pegawai LPSK yang pada saat itu melakukan pertemuan dengan Ferdy Sambo dalam kaitan dengan permohonan perlindungan yang dilakukan oleh Putri Sambo dan Bharada Eliezer atau Bharada E (ajudan Ferdy Sambo).

Saat itu, Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. "Ketika itu selesai pertemuan lalu kemudian kedua staf LPSK tersebut disodorkan oleh seseorang dua amplop berwarna cokelat dan di dalamnya terdapat uang yang kira-kira tebalnya 1 centimeter, dan pada waktu itu kedua LPSK itu mereka gemetar dengan melihat dikasih amplop itu gemetar dan minta supaya dikembalikan supaya dikembalikan pulang," ucap Roberth.

"Pada saat itu, orang yang menyerahkan uang itu mengatakan bahwa itu dari bapak. Jadi dalam hal ini yang diduga itu adalah saudara Ferdy Sambo," ucapnya.

Upaya suap itu, kata dia, termasuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 jo Pasal 15 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021. Dalam laporannya, TAMPAK turut membawa bukti berupa kliping pemberitaan dari media daring.

Selain itu, TAMPAK juga meminta KPK untuk mengusut dugaan suap kepada sejumlah pihak lain dalam penanganan kasus kematian Brigadir J seperti kepada Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Kuat Ma'ruf (sopir/ART), dan Bripka Ricky Rizal (RR). "TAMPAK mengharapkan KPK melakukan langkah-langkah berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," ujarnya berharap.

photo
Kejanggalan dari kematian Brigadir J, ajudan eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement