REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Bambang Noroyono, Antara
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) secara resmi mengambil keputusan untuk menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh istri Irjen pol Ferdy Sambo atas nama Putri Candrawathi. Putri awalnya mengajukan permohonan perlindungan soal dugaan kekerasan seksual dalam kasus kematian Brigadir J.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyampaikan lembaganya urung mengabulkan permohonan perlindungan Putri. Alasannya, LPSK tak mendapat keterangan dari Putri sepanjang proses pemeriksaan.
"LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap Ibu P ini karena memang tidak bisa diberikan perlindungan," kata Hasto dalam konferensi pers di kantor LPSK, Senin (15/8/2022).
Keputusan LPSK menolak permohonan perlindungan terhadap Putri pun sesuai dengan dihentikannya laporan dugaan kekerasan seksual dan percobaan pembunuhan. Sebab dua dugaan kasus tersebut yang menjadi landasan Putri mengajukan permohonan perlindungan.
"Bukan dasarnya pelakunya sudah meninggal SP3 atau bagaimana. Tetapi karena kasus ini, telah dihentikan pihak kepolisian," sebut Hasto.
Hasto mengungkapkan LPSK memang kesulitan dalam proses pengayaan yang menyasar Putri. LPSK tak kunjung memperoleh keterangan apapun dari Putri.
"Kami ragu-ragu P ini berniat ajukan permohonan perlindungan ke LPSK atau sebenarnya tidak tahu menahu tentang permohonan tapi ada desakan pihak lain untuk ajukan itu," ujar Hasto.
Selain itu, Hasto merasa janggal atas pelaporan yang diajukan oleh Putri lewat suaminya. Pasalnya permohonan tersebut ternyata dalam nomor yang sama dengan laporan berbeda.
"Sejak awal memang ada kejanggalan dalam permohonan ini. Kejanggalan pertama, ternyata ada dua permohonan lain yang diajukan Ibu P bertanggal 8 Juli 2022 dan ada permohonan yang didasarkan pada LP yang diajukan oleh Polres Jakarta Selatan bertanggal 9 Juli," jelas Hasto.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menambahkan, dalam rapat paripurna internal LPSK, ada sejumlah penilaian yang menyimpulkan kecacatan, maupun ketidaklayakan dalam memberikan perlindungan terhadap Putri Sambo. Paling penting, kata Susi, menyangkut fakta hukum atas pengajuan tersebut.
Susi menerangkan, permohonan perlindungan oleh Putri Sambo, diajukan atas perannya sebagai saksi dan korban terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya di rumah dinas suaminya. “Tetapi fakta hukumnya, peristiwa yang dilaporkan tersebut, kan dihentikan oleh penyidik (Polri) dengan alasan, tidak ada peristiwa pidananya,” kata Susi.
Kepastian hukum dari Polri tersebut, kata Susi menerangkan, membuat LPSK tak dapat memenuhi permintaan permohonan perlindungan atas peristiwa yang sebenarnya fiktif, atau palsu. “Jadi, kita tolak, karena permohonan perlindungan itu kan atas peristiwa yang terjadi di Duren Tiga. Dan itu dihentikan penyidikannya. Jadi kita tidak menerima permohonan dari yang bersangkutan,” ujar Susi.
Susi melanjutkan, dalam permohonan perlindungan, pun mengharuskan adanya prediksi ancaman terhadap Putri Sambo sebagai pemohon. Dalam konteks tersebut, kata Susi, LPSK berkeyakinan Putri Sambo tak berada dalam kondisi terancam.
Sebab kata Susi, terkait kasus di Duren Tiga, Putri Sambo tak pernah menyampaikan ataupun melaporkan adanya ancaman terhadap dirinya. “Kita tidak pernah ada mendengar, atau menerima laporan bahwa pemohon mendapatkan ancaman dari kasus tersebut,” ujar Susi.
LPSK sudah dua kali melakukan permintaan keterangan, maupun informasi dari Putri Sambo, atas kasus yang menyeretnya. “Yang bersangkutan sebagai pemohon, tidak kooperatif untuk dapat kita lakukan asesmen,” terang Susi.
LPSK meyakini, kondisi Putri Sambo yang tidak kooperatif tersebut, disebabkan oleh kondisi yang sampai saat ini, tak diketahui. “Yang bersangkutan, mungkin masih dalam kondisi yang depresi. Sehingga kami tidak dapat melakukan permintaan keterangan, dan informasi dari Bu Putri,” ujar Susi.