Ahad 07 Aug 2022 01:19 WIB

PHRI: Polemik Tiket Komodo Hanya Masalah Komunikasi

Ketua PHRI menilai aksi mogok di Komodo kemarin dilatari masalah miskomunikasi.

Siluet wisatawan mancanegara menikmati santapan dengan pemandangan perairan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Sabtu (23/7/2022). Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan penataan infrastruktur pada Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo seperti perluasan Bandara Komodo, penataan kawasan Pulau Rinca dan Marina Labuan Bajo diharapkan meningkatkan kunjungan wisatawan serta membuka ruang usaha dan lapangan kerja untuk kesejahteraan masyarakat di Labuan Bajo.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Siluet wisatawan mancanegara menikmati santapan dengan pemandangan perairan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Sabtu (23/7/2022). Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan penataan infrastruktur pada Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo seperti perluasan Bandara Komodo, penataan kawasan Pulau Rinca dan Marina Labuan Bajo diharapkan meningkatkan kunjungan wisatawan serta membuka ruang usaha dan lapangan kerja untuk kesejahteraan masyarakat di Labuan Bajo.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan polemik kenaikan biaya kunjungan sebesar Rp 3,75 juta per orang untuk masuk ke Taman Nasional (TN) Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT), hanya masalah komunikasi. "Tadi menyambung sedikit ya (penjelasan Menparekraf)tentang Labuan Bajo, teman-teman sekalian yang kami perhatikan sebetulnya masalah komunikasi dan sosialisasi yang kurang terencana dengan baik. Jadi ini kami juga ingin meluruskan bahwa kita dari pariwisata itu tentunya tidak berharap pelayanan terhadap wisatawan itu menjadi terganggu," jelasnya, Sabtu (6/8/2022).

Hariyadi menyampaikan pemohonan maaf atas protes para pelaku usaha di sekitar Taman Nasional (TN) Komodo yang di dalamnya juga termasuk PRHI. "Jadi kemarin juga mohon maaf kalau ada sedikit kericuhan di sana, di mana PHRI juga ikut tanda tangan, jadi kita luruskan maksud kita itu tidak seperti itu," kata dia.

Baca Juga

Haryadi meluruskan bahwa sebetulnya para pelaku usaha menginginkan kualitas lebih baik. Hanya saja, ada komunikasi dan sosialisasi mengenai konservasi di Pulau Komodo, Padar dan Pulau Rica yang belum tersampaikan dengan baik sehingga terjadi protes.

"Tapi Pulau Rica ini problem, ternyata ditutup kemarin. Jadi ada komunikasi saja yang kurang pas. Lalu perairan Komodo juga kemarin ditutup, yang seharusnya ke daratnya tentu enggak boleh, tapi perairan mestinya enggak masalah. Nah ini hal-hal yang perlu kita luruskan dalam koordinasi," ungkapnya.

Ketua PHRI itu berharap dengan koordinasi ke depan, harapan pemerintah mengenai konservasi juga keinginan pelaku usaha untuk menggerakkan ekonomi dapat bersinergi. "Jadi ini sebetulnya sudah dipikirkan secara matang hanya itu tadi kurang koordinasi di dalam pelaksanaannya," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memastikan tidak ada pembatalan atau penundaan kenaikan biaya kunjungan berwisata ke TN Komodo. Sandi menjelaskan Kementerian Parekraf telah berkoordinasi dengan PHRI untuk menindaklanjuti komunikasi publik yang lebih baik melalui sosialisasi dan edukasi tentang upaya konservasi dan pemulihan ekonomi secara beriringan di Pulau Komodo dan Labuan Bajo.

Kemudian, kata dia, sesuai dengan perintah Presiden Jokowi untuk memantau situasi kondusif, aman, nyaman, menyenangkan bagi para wisatawan dan pelaku ekonomi kreatif. Kemenparekraf akan berkoordinasi juga bersama kementerian lembaga dan juga dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten setempat.

Dia mengimbau jangan sampai narasi positif mengenai pertumbuhan ekonomi yang selama ini dibangun. Perekonomian Indonesia di sektor pariwisata menurut peringkat yang dirilis Travel and Tourism Development Index 2021 yang diterbitkan Mei 2022, sudah bisa melampaui Thailand di posisi 32 dari 117 negara di dunia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement