Jumat 22 Jul 2022 19:34 WIB

Ke Ukraina dan Rusia, Sekjen Gelora: Jokowi Diplomasi 'Ketukan Pertama'

Jokowi jadi pemimpin Asia Pasifik pertama yang mengunjungi Ukraina dan Rusia.

Sekjen DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq.
Foto: Republika/ Wihdan
Sekjen DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Kiev, Ukraina dan Moskow, Rusia beberapa waktu lalu,  dalah 'milestone' penting untuk mendorong penyelesaian perang kedua negara melalui jalur diplomatis. Sekjen DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfudz Siddiq menyatakan, diplomasi yang dilakukan Indonesia bisa dikatakan dengan diplomasi 'ketuk pintu'.

Mahfudz mengatakan, yang namanya diplomasi ketuk pintu, biasanya memang tak menghasilkan kesuksesan di 'ketukan pertama'. "Tetapi ketika diplomasi ketuk pintu ini disambut baik oleh para pihak yang bertikai, dan juga diapresiasi oleh negara-negara lain di dunia, maka itu bisa dikatakan sebagai indikator keberhasilan awal diplomasi ini," kata Mahfudz.

Baca: Selain Jokowi, tak Ada Kepala Negara yang Bisa Bawa Ibu Negara ke Rusia-Ukraina

Menurut Mahfudz, Indonesia harus melanjutkan upaya diplomasi yang dirintis Jokowi, Termasuk di Forum G-20 yang akan digelar di Bali pada pertengahan November 2022. Mahfudz berharap, Forum G-20 dihadiri oleh para pemimpin negara-negara besar dari Rusia dan Amerika Serikat. Sehingga, Jokowi bisa melanjutkan upayanya mencari penyelesaian diplomatik perang Rusia-Ukraina.

"Semoga, Forum G-20 ini bisa dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk merajut kembali ide-ide yang sudah dibicarakan dalam kunjungan nya ke Rusia dan Ukraina beberapa waktu lalu, guna mencari penyelesaian diplomatik dari perang ini," ucapnya dalam Webinar Moya Institute bertajuk 'Prospek Penyelesaian Perang Rusia-Ukraina: Upaya Kolektif atau Individual?' di Jakarta, Jumat (22/7/2022).

Mahfudz menganggap, Jokowi dan Ibu Negara Iriana yang menyempatkan meninjau korban perang di sebuah rumah sakit di Ukraina memiliki dimensi kemanusiaan.  "Hal ini, membuat Rusia maupun Ukraina, sulit menolak peranan Indonesia dalam menyelesaikan peperangan yang melibatkan kedua negara tersebut secara diplomatik," ujar eks ketua Komisi I DPR tersebut.

Baca: IMF: Perang Ukraina Versus Rusia Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Global

Dirjen AS dan Eropa Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) I Gede Ngurah Swajaya mengatakan, ada langkah mendesak yang harus dilakukan para pemimpin dunia untuk menanggulangi dampak peperangan antara Rusia dan Ukraina. Pasalnya, peperangan itu telah berpotensi menimbulkan berbagai krisis di dunia, seperti kemanusiaan, pangan, hingga energi.

"Karena itulah, ketika Presiden Jokowi mendapatkan undangan dari G-7 sebagai mitra, maka beliau memanfaatkan momentum itu untuk berkomunikasi dengan para pemimpin G-7 guna membantu penghentian perang antara Rusia dan Ukraina," ujar Ngurah.

Dia menyebutkan, Jokowi tak hendak memulai proses baru dalam mewujudkan perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Tetapi, Jokowi ingin melanjutkan dan memperkuat proses yang sudah ada demi tercapainya perdamaian.

"Dan kebijakan Presiden Jokowi ini disambut baik para pemimpin dunia. Presiden Jokowi pun menjadi pemimpin Asia Pasifik pertama yang berkunjung ke Ukraina dan Rusia, setelah peperangan meletus," ujarnya.

Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan, upaya diplomasi yang dilakukan Jokowi dalam mewujudkan perdamaian antara Rusia dan Ukraina memang tak semudah 'membalikkan telapak tangan'. Namun, yang terpenting, Indonesia sudah menunjukkan upaya untuk melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945.

Yaitu, turut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. "Dan 'buah' dari upaya diplomasi itu sebenarnya sudah mulai terlihat, seperti dibukanya kembali rantai pasokan pangan," ujar Hery.

Baca: Kantor Presiden Ukraina Bantah Jokowi Terkait Pesan Zelenskyy ke Putin

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement