REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyebutkan, kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah CPO dan turunannya mencapai Rp 20 triliun. Nilai Rp 20 triliun tersebut terdiri atas kerugian keuangan, kerugian perekonomian, dan pendapatan tidak sah (illegal gains).
"Total kerugian keuangan negarasekitar Rp 6 triliun, kemudian ada juga namanya (kerugian) perekonomian sekitar Rp 12 triliun, terus ada illegal gains itu sekitar Rp 2 triliun. Total 20 triliun," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi saat ditemui usai upacara Hari Bhakti Adhyaksa Ke-62 di Kejakgung, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2022).
Adapun perhitungan kerugian negara tersebut dilakukan oleh auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP )serta penyidik Jampidsus, juga menggandeng ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam perkara itu, penyidik Jampidsus telah meminta keterangan mantan menteri perdagangan Muhammad Lutfi pada Rabu (22/6/2022).
Pemeriksaan Lutfi sebagai saksi untuk tersangka Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana dan konsultan swasta Lin Che Wei. Penyidik telah melimpahkan tahap pertama berkas perkara terhadap lima tersangka pada Rabu (15/6/2022).
Kelima tersangka dalam perkara itu terdiri atas seorang dari unsur pemerintahan dan empat orang lainnya dari pihak swasta. Mereka adalah Indrasari Wisnu Wardhana dan empat orang dari perusahaan swasta, seperti Master Parulian Tumanggor (PT Wilmar Nabati Indonesia), Stanley MA (PT Pelita Agung Agrindustri), Picare Tagore Sitanggang (PT Musim Mas), serta Lin Che Wei.
Terkait perkembangan penanganan kasus itu, Supardi menyatakan, sesegera mungkin untuk dilimpahkan ke persidangan atau tahap II. "Sementara pekan ini. Kalau kepepet pekan depan," kata Supardi.