REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri menjamin objektifitas, dan transparansi Polda Metro Jaya dalam proses penyidikan hukum terkait peristiwa tembak-menembak di rumah Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigpol J. Penyidikan kasus tersebut, kini dalam penanganan Polda Metro Jaya, setelah diambil alih dari tim penyidikan Polres Jakarta Selatan (Jaksel).
“Dengan arahan dari Bapak Kapolri, penanganan kasus kejadian di Duren Tiga (kediaman Irjen Sambo) diambil alih oleh Polda Metro Jaya,” kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/7).
Pengambilalihan kasus dari Polres Jaksel oleh tim penyidik Polda Metro Jaya, memicu kekhawawatiran publik bahwa penanganan kasus tidak dilakukan objektif. Karena belakangan, muncul video yang beredar dipublik, yang merekam kekariban yang erat, antara Irjen Sambo, dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran.
Irjen Fadil, pada Kamis (14/7), sepekan lebih pascainsiden tembak-menembak, mendatangi Irjen Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam. Keduanya bertemu di ruang kerja Irjen Sambo di Mabes Polri, dengan menampilkan adegan Irjen Fadil yang memeluk erat dan mengusap-usap kepala juniornya itu.
Sejak peristiwa nahas tembak-menembak antara Bharada E yang menewaskan Brigpol J di rumahnya itu, Irjen Sambo, sampai hari ini tak pernah muncul ke publik. Kecuali, lewat rekaman bersama Irjen Fadil itu.
Terkait hal tersebut, Irjen Dedi melanjutkan, perjumpaan antara Irjen Fadil dan Irjen Sambo itu, tak ada kaitannya dengan proses penanganan kasus yang saat itu masih dalam penyidikan di Polres Jaksel. Pun dikatakan Dedi, perjumpaan Irjen Sambo, dan Irjen Fadil tersebut, pun tak bisa menjadi acuan untuk membangun kecurigaan baru terkait pengambilalihan kasus dari Polres Jaksel, oleh Polda Metro Jaya.
“Pertemuan yang terjadi antara Kapolda Metro Jaya, dan Irjen Pol Sambo itu, personal. Hanya sebatas personal dan empati. Kapolda Metro Jaya menyampaikan empatinya. Tidak ada terkait dengan proses penyidikan saat itu, maupun yang nanti ditangani oleh Polda Metro Jaya,” ujar Dedi menjelaskan.
Pun dikatakan dia, pengambialihan penanganan kasus tersebut, tak dapat menjadikan Kapolda Metro Jaya sebagai penentu jalannya proses penyidikan yang dilakukan anggotanya.
Sebab, jelas dia, masing-masing penyidik, dan anggota kepolisian, memegang sumpah etika profesi yang tak bisa bercampur dengan masalah, ataupun kedekatan-kedekatan pribadi. Apalagi, dikatakan Dedi dalam penyidikan kasus hukum. “Itu (perjumpaan Fadil dan Sambo), tidak bisa dicampur-campur adukkan. Dalam penyidikan tetap harus berjala secara profesional. Jadi proses penyidikan ini, tidak bisa dipengaruhi atas dasar kejadian itu (perjumpaan Fadil dan Sambo),” kata Dedi.
Dedi meyakinkan, dalam penyidikan kasus ini, terlalu murah jika menjadikan kedekatan personal sebagai jalur penyidikan. Sebab dikatakan Dedi, hal tersebut akan berdampak buruk bagi kepercayaan publik atas institusi Polri. “Kita dan tim penyidik semuanya punya kode etik profesi yang itu sangat dipegang sebagai prinsip. Dan ini menyangkut masalah trust public terhadap institusi Polri. Jadi kalau Polda Metro Jaya tidak objektif, institusi Polri yang dipertaruhkan,” kata Dedi.
Semula, penyidikan kasus tembak-menembak antara Bharada E yang menewaskan Brigpol J di kediaman Irjen Sambo, ditangani oleh Polres Jaksel. Penyidikan oleh Polres Jaksel itu, berdasarkan pelaporan resmi dari Irjen Sambo, dan istrinya Putri Sambo Candrawathi.
Ada dua pelaporan ke Polres Jaksel. Yakni, terkait dengan ancaman pembunuhan, dan pelaporan atas kekerasan terhadap perempuan. Dua pelaporan tersebut, dilakukan beberapa hari setelah insiden tembak menembak di rumah Irjen Sambo, Jumat (8/7).
Dalam proses penyidikan awal, Kapolres Jaksel, Kombes Budhi Herdi Susianto, Senin (11/7) menyampaikan, tembak-menembak antara Brigpol J, dan Bharada E terjadi pada Jumat (8/7) di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Sambo, di kawasan Duren Tiga, Jaksel. Brigpol J, dan Bharada E adalah sesama anggota polisi yang berdinas di Divisi Propam Polri, di bawah komando Irjen Sambo.
Keduanya terlibat baku tembak, menggunakan senjata api berpeluru tajam aktif. Dari hasil penyidikan disebutkan, Brigpol J yang pertama menembak Bharada E.
Dikatakan tujuh peluru keluar dari laras HS-16 pegangan Brigpol J saat menyerang Bharada E.
Bharada E, dikatakan membalas dengan melakukan tembakan sebanyak lima kali menggunakan Glock-17. Brigpol J tewas ditempat dalam insiden tersebut. Disebutkan, dalam penyidikan Polres Jaksel, penyebab, atau motif insiden tersebut berawal dari dugaan pelecehan seksual terhadap isteri Irjen Sambo, Putri Candrawathi Sambo. Disebutkan juga oleh Polres Jaksel, Brigpol J melakukan ancaman dengan penodongan senjata api ke Nyonya Sambo.
Dikatakan aksi Bharada E menembak rekannya itu, untuk melindungi diri dari ancaman Brigpol J. Dan melindungi Nyonya Sambo dari aksi pelecehan yang dilakukan oleh Brigpol J.