Selasa 19 Jul 2022 17:16 WIB

Di Praperadilan Kuasa Hukum Mardani Maming Tuding KPK Suka Berubah-ubah

Hari ini KPK rampung memeriksa tiga saksi terkait dugaan korupsi Mardani Maming.

Mantan bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.
Foto: istimewa
Mantan bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Rizkyan Adiyudha

Tim penasihat hukum Mardani H Maming mengungkapkan ketidakkonsistenan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya menjerat kliennya. Tim pengacara Mardani menduga KPK justru menggunakan barang bukti yang tidak sah.

Baca Juga

Hal itu dikatakan oleh Prof Denny Indrayana sebagai salah satu tim kuasa hukum Mardani dalam sidang gugatan praperadilan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (19/7/2022). Mardani keberatan dengan pengusutan dirinya dalam kasus dugaan suap pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Denny menyebut KPK seringkali berubah-ubah ketika menerapkan pasal-pasal yang digunakan sebagai dasar penyidikan. Dalam beberapa dokumen, KPK menggunakan 4 pasal, tetapi di dokumen lainnya bertambah menjadi 6 pasal. Ia menyatakan pasal-pasal yang digunakan KPK sebagai dasar penyidikan tidak konsisten sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Berubah-ubahnya pasal yang digunakan oleh termohon (KPK) sebagai dasar penyidikan tidak dapat ditoleransi karena menimbulkan ketidakpastian hukum, melanggar asas akuntabilitas dan asas-asas penegakan hukum lainnya," kata Denny dalam persidangan tersebut.

Denny menegaskan pelanggaran dalam penyidikan yang dilakukan KPK turut melanggar hak asasi Mardani untuk mendapatkan jaminan, perlindungan dan proses hukum yang adil. Apalagi hak tersangka tetap dijamin dalam Pasal 17 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Dalam batas penalaran hukum yang wajar, bagaimana mungkin seorang tersangka dapat melakukan mempersiapkan pembelaan dirinya secara baik, jika pasal yang dituduhkan berubah-ubah dan membingungkan," ujar Denny.

Selain itu, Denny menyinggung validitas bukti yang dipakai KPK terhadap Maming. Ia menyebut bukti-bukti itu masih digunakan untuk menjerat terdakwa kasus korupsi Dwidjono selaku Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Tanah Bumbu. Ia mendapati barang-barang bukti dan alat-alat bukti terkait yang telah diperoleh penyidik Kejaksaan masih dalam penguasaan dan penggunaan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan.

"Alat bukti yang digunakan termohon diragukan keabsahan dan sumber perolehannya mengingat masih digunakan Kejaksaan Agung dalam perkara yang sama dengan terdakwa Dwidjono," ucap Denny.

Atas dasar itulah, Denny mengingatkan penggunaan alat bukti pada perkara yang lain wajib dipenuhi prosedur perolehan alat  bukti dari instansi lain. "Sebab apabila tidak, maka kejanggalan ini kian menjadi persoalan sehingga alat bukti yang digunakan KPK menjadi tidak sah," sebut Denny.

Ia menilai pula KPK tak punya kewenangan untuk menyelidiki kliennya dalam kasus dugaan suap pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Kubu Mardani mendesak KPK memulihkan hak dan nama baik Bendahara Umum PBNU tersebut.

Karena itu dalam petitumnya, Denny meminta agar permohonan kliennya dikabulkan untuk seluruhnya. "Menyatakan termohon (KPK) tidak berwenang melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: Sprin.Lidik-29/Lid.01.00/01/03/2022, tertanggal 8 Maret 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022," kata Denny.

Denny menyebut penyelidikan yang dilakukan KPK berdasarkan dua Surat Perintah Penyelidikan di atas tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. Oleh karenanya, ia meyakini status tersangka yang disandang Maming sebenarnya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan, penetapan, dan tindakan hukum yang dikeluarkan dan dilakukan lebih lanjut oleh termohon berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon," ujar Denny.

Denny juga menerangkan dalam Pasal 50 UU KPK mengatur Kepolisian dan Kejaksaan tidak berwenang melakukan penyidikan apabila KPK sudah memulai penyidikan lebih dulu. Hal yang sama berlaku pula untuk KPK, di mana tidak berwenang melakukan penyidikan dalam hal kejaksaan telah lebih dulu melakukan penyidikan. Ini diatur dalam Kesepakatan Bersama (SKB) antara Kejaksaan, Polri dan KPK.

Sebab perkara pemberian perizinan usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, sedang berproses persidangan oleh Kejaksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banjarmasin atas nama terdakwa Raden Dwijono. Kemudian pada 22 Juni 2022 telah dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin, dan saat ini Kejaksaan mengajukan banding.

"Pada prinsipnya KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan dan atau penyidikan dalam kasus serupa meskipun subjek tersangkanya berbeda karena yang diatur adalah mengenai perkaranya," tegas Denny.

Sehingga, Denny menuntut agar KPK secepatnya memulihkan hak dan nama baik kliennya. "Memulihkan hak-hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, nama baik, dan harkat, serta martabatnya," sebut Denny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement