Sabtu 26 Oct 2024 13:48 WIB

Akademisi UGM Soroti Kejanggalan Hukum Dalam Kasus Mardani H Maming

Akademisi menilai, ada kekeliruan dan kekhilafan hakim dalam mengadili Mardani Maming

Dr Hendry Julian Noor, akademisi FH UGM.
Foto: dok ist
Dr Hendry Julian Noor, akademisi FH UGM.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Dr Hendry Julian Noor SH MKn menjadi salah satu pakar yang menyoroti pengadilan atas Mardani H Maming (MM). Ia bersama dengan tim hukum UGM telah menalaah proses pengadilan atas mantan bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, tersebut sejauh ini.

Menurut Hendry, bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi. Salah satu poin penting yang dikritisinya adalah penerapan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Baca Juga

Pakar hukum administrasi negara ini menilai, Mardani Maming masih berada dalam koridor kewenangannya sebagai kepala daerah dan tidak melanggar prosedur yang berlaku. Dirinya juga sudah memberikan keterangan ahli terkait kekeliruan dan kekhilafan hakim dalam mengadili perkara MM.

"Putusan ini mengkhawatirkan karena mengaburkan batas antara tindakan yang bersifat administratif dengan tindak pidana korupsi," kata Hendry dalam keterangan yang diterima Republika, Sabtu (26/10/2024).

"Terdapat kecenderungan untuk menjerat setiap pejabat publik dengan tuduhan korupsi, tanpa memperhatikan secara cermat unsur-unsur pidananya," sambung dia.

Akademisi lainnya dari FH UGM, Karina Dwi Nugrahati Putri, menyoroti potensi pelanggaran terhadap prinsip hukum yang berlaku, seperti asas praduga tidak bersalah, dalam penjatuhan pidana terhadap MM. "Beban pembuktian seolah-olah dibalik, di mana terdakwa harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah," kata Karina.

Menurut dia, kondisi demikian merupakan dampak negatif dari upaya pemerintah dalam memberantas korupsi secara agresif, tanpa didukung sistem pengawasan yang memadai. Kebijakan politik yang terlalu fokus pada penindakan tanpa memperhatikan aspek hukum dan keadilan, lanjut Karina, dapat berujung pada kesalahan penuntutan.

Sebelumnya, MM divonis bersalah atas dugaan suap terkait izin usaha pertambangan. Namun, sejumlah pakar hukum dari berbagai kampus meragukan dasar hukum dari putusan tersebut.

Di antaranya, Tim Anotasi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad). Para akademisi yang mempresentasikan anotasi itu adalah antara lain Dr Sigid Suseno SH MHum; Dr Somawijaya SH MH; Dr Elis Rusmiati SH MH; dan Dr Erika Magdalena Chandra SH MH.

Pendapat serupa juga muncul dari dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Dr Mahrus Ali. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ia menilai, MM tidak melanggar semua pasal yang dituduhkan jaksa sehingga harus dibebaskan demi hukum dan keadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement