REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta masyarakat menghindari radius lima kilometer (km) dari kawah aktif Gunung Anak Krakatau di Provinsi Lampung, menyusul tinggi kolom erupsi sudah mencapai 2.000 meter di atas puncak.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengingatkan masyarakat tetap waspada, tidak beraktivitas di daerah potensi bahaya. Selain itu, masyarakat harus mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di sekitar Gunung Anak Krakatau.
Baca: Wings Air Terbang dari Bandara Pondok Cabe Menuju Bandara Ngloram Cepu
"Sesuai laporan PVMBG, sehubungan dengan tingginya pergerakan aktivitas Gunung Anak Krakatau, kami merekomendasikan agar masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius lima km dari kawah aktif," kata Agung dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Aktivitas vulkanik disertai erupsi Gunung Anak Krakatau terus menunjukkan peningkatan sejak empat hari terakhir. Pengamatan tersebut terekam dalam seismograf milik PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM. Pada Senin (18/7/2022) pukul 08.26 WIB, tinggi kolom erupsi mencapai 2.000 meter di atas puncak dengan amplitudo maksimum 53 milimeter (mm) dan durasi 127 detik.
Dalam pengamatan kegempaan, sambung Agung, Gunung Anak Krakatau mengalami enam kali tremor harmonik dengan amplitudo 12-17 mm, lima kali gempa low frequency, dua kali gempa vulkanik dangkal berdurasi 10-12 detik, satu kali gempa vulkanik dengan durasi 25 detik, serta satu kali gempa tremor menerus beramplitudo 0,5-25 mm (dominan dua mm).
Agung menyampaikan, erupsi Gunung Anak Krakatau pertama terjadi pada Sabtu (16/7/2022) pukul 22.55 WIB disertai tinggi kolom letusan teramati 1.500 meter di atas puncak dengan amplitudo maksimum 50 mm selama 29 detik. Dilanjutkan, pada pukul 23.39 WIB dengan tinggi erupsi 1.500 m di atas puncak.
Selang sehari, Anak Krakatau kembali mengeluarkan erupsi dengan tinggi 2.000 meter di atas puncak selama 79 detik. Secara historis, menurut Agung, potensi bahaya longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau merupakan ancaman bahaya permanen yang perlu selalu diwaspadai dan diantisipasi utamanya oleh instansi berwenang dalam peringatan dini bahaya ikutan gunung api, seperti tsunami.
"Longsoran tubuh gunung api tidak dapat diprediksi waktu kejadian dan volumenya, serta tidak bergantung pada kondisi sedang mengalami erupsi maupun tidak. Longsoran tubuh gunung api dapat terjadi dengan atau tanpa diawali peningkatan aktivitas gunung api," kata Agung.