Kamis 14 Jul 2022 17:28 WIB

Hakim Diminta Tolak Eksepsi Pengeroyok Ade Armando 

JPU meminta, majelis hakim memutuskan untuk meneruskan kasus itu.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Pegiat media sosial Ade Armando (tengah) diamankan petugas kepolisian saat aksi unjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Senin (11/4/2022). Saat ini, kasus pengeroyokannya tengah disidangkan di PN Jakpus.(Ilustrasi).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Pegiat media sosial Ade Armando (tengah) diamankan petugas kepolisian saat aksi unjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Senin (11/4/2022). Saat ini, kasus pengeroyokannya tengah disidangkan di PN Jakpus.(Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa Abdul Latif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (14/7). Abdul tercatat sebagai salah satu pengeroyok dosen Universitas Indonesia, Ade Armando beberapa waktu lalu.

"Kami mohon kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini agar memutuskan, menyatakan keberatan atau eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa Abdul Latif dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima," kata JPU Ibnu dalam persidangan tersebut. 

JPU meminta, majelis hakim memutuskan untuk meneruskan kasus itu. Sehingga perkara itu akan berlanjut dengan agenda pembuktian dan pemeriksaan saksi.

"Menyatakan persidangan perkara atas nama Abdul Latif dilanjutkan dengan pembuktian, atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya," ujar Ibnu.

JPU meyakini, eksepsi yang diajukan oleh Abdul Latif tak mesti menjadi bahan pertimbangan oleh majelis hakim. Diketahui, Abdul menyoal tidak adanya pendampingan kuasa hukum sejak pemeriksaan di polisi dalam eksepsinya. Abdul lalu menyebut dakwaan JPU tidak sah dan batal demi hukum.

"Menurut jaksa penuntut umum adalah sesuatu yang tidak jelas dan tidak perlu dibahas. Karena bukan permasalahan pokok dan berada di luar materi eksepsi," tutur Ibnu.

Dalam kasus ini, Abdul Latif bersama Marcos Iswan, Komar, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan terhadap Ade Armando secara bersama-sama. Aksi kekerasan itu berlangsung di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat pada 11 April 2022.

Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider.

Sebelumnya, kasus ini berawal saat enam terdakwa mengetahui giat demo yang diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut JPU berasal dari Partai Masyumi. Mereka berniat ikut serta dalam unjuk rasa walau bukan bagian dari kelompok mahasiswa.

Terungkap bahwa Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Sedangkan Komar berprofesi sebagai sopir dan Abdul berstatus buruh.

Ketika pendemo mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, kroyok'. Teriakan tersebut membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan terhadap Ade Armando yang berada di dekat mereka. 

Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali hingga menyebabkan Ade Armando terjatuh. Adapun Komar memukul bagian kepala Ade Armando satu kali. Lalu Abdul memukul pipi Ade Armando satu kali. Sedangkan Bagja berperan menarik kaos Ade Armando. 

Kemudian Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya serta Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando. Perbuatan mereka menimbulkan luka parah pada diri Ade Armando di bagian wajah, kepala, dan cedera di otak.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement