REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, bersama Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Peningkatan Kuota Penerimaan Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran, Program Dokter Spesialis, dan Penambahan Program Studi Dokter Spesialis Melalui Sistem Kesehatan Akademik/Academic Health System (AHS).
Kerja sama dilakukan sebagai upaya mengakselerasi peningkatan kapasitas dan kualitas Fakultas Kedokteran. Selain itu, kerja sama tersebut juga dilakukan guna menghasilkan dokter dan dokter spesialis yang dapat memperkuat layanan kesehatan."Kemendikburistek bersama Kemenkes akan mengedepankan kolaborasi perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, wahana pendidikan, pemerintah daerah dan masyarakat untuk menyinergikan pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan," ujar Nadiem dalam siaran pers, Rabu (13/7/2022).
Nadiem menerangkan, Kemendikbudristek menetapkan kebijakan SKB terkait AHS tersebut berdasarkan prioritas kebutuhan jenis serta jumlah dokter dan dokter spesialis yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Dengan disahkannya SKB itu, Kemendikbudristek berkomitmen untuk mempercepat pemenuhan dosen yang berasal dari Rumah Sakit Pendidikan dengan berbagai inisiatif.
Inisiatif tersebut antara lain mengupayakan percepatan pengusulan Nomor Induk Dosen Kedokteran (NIDK), memberikan penugasan dan bimbingan teknis kepada perguruan tinggi yang diberi tugas membuka program studi baru dokter spesialis, dan memberikan beasiswa LPDP untuk mahasiswa program dokter spesialis.
Selanjutnya, memperkuat kebijakan sistem seleksi mahasiswa dan penjaminan mutu lulusan melalui uji kompetensi sesuai Standar Nasional Pendidikan Kedokteran; menyusun kebijakan untuk menjamin pemenuhan hak mahasiswa kedokteran dengan Komite Bersama, khususnya untuk perlindungan dari segala bentuk perundungan dan kekerasan seksual.
Lalu dilakukan juga pengaturan beban kerja dan pemberian insentif untuk mahasiswa program dokter spesialis yang mendukung pelayanan di rumah sakit pendidikan; serta mengupayakan percepatan program adaptasi bagi diaspora yang memberikan pelayanan di Indonesia.
"Saya yakin SKB ini akan mengakselerasi transformasi pendidikan kedokteran dan kesehatan serta menguatkan penelitian dan pelayanan kesehatan secara berkelanjutan, sehingga berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Nadiem.
Sementara itu, Menkes menyampaikan, ada enam transformasi layanan kesehatan yang dilakukan Kemenkes. Keenam transformasi layanan kesehatan itu, yakni transformasi layanan primer, layanan rujukan, Sistem Ketahanan Kesehatan, Sistem Pembiayaan Kesehatan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan teknologi kesehatan. Untuk SDM kesehatan, skema AHS dia sebut dapat mengakselerasi penambahan populasi dokter di Indonesia yang saat ini masih kekurangan sebanyak 160 ribu dokter.
"Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 1.000 populasi penduduk diperlukan satu dokter. Sementara itu, menurut dinas kesehatan, Indonesia baru memiliki 110 ribu dokter sehingga butuh 160 ribu lulusan kedokteran dari 92 Fakultas Kedokteran. Untuk mencapai ini kita butuh 14 tahun," kata Budi.
Melalui penerbitan SKB itu, Budi meyakini kebutuhan SDM kesehatan di Indonesia bisa terpenuhi. “Mudah-mudahan ini bisa bermanfaat bukan hanya untuk kita, tapi untuk generasi muda Indonesia," ujar dia.
Sebelumnya, transformasi pada bidang kedokteran dan kesehatan sudah dapat diantisipasi lebih cepat dengan implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Salah satu kekhususan yang diatur pada Standar Nasional Pendidikan Kedokteran adalah implementasi kurikulum dengan pendekatan interprofessional education untuk menyiapkan pelayanan kesehatan berbasis collaborative practice.
Dampaknya, kurang dari 10 tahun jumlah program studi Kedokteran yang terakreditasi A naik lebih dari 90 persen, jumlah lulusan dokter per tahun meningkat 100 persen dari sekitar 6.000 menjadi 12.000 per tahun. Saat ini terdapat 93 Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia di mana 18 di antaranya menyelenggarakan program studi dokter spesialis.