REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendukung Majelis hakim yang akhirnya memerintahkan penahanan terhadap pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Malang berinisial JE. JE berstatus terdakwa kasus kekerasan seksual yang proses hukumnya sudah bergulir di Pengadilan Negeri Malang.
Berbekal perintah pengadilan itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menangkap dan menjebloskan JE ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Lowokwaru Malang, Senin (11/7). Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mendukung gerak cepat pihak Kejati Jatim yang langsung mengeksekusi perintah majelis hakim Pengadilan Negeri Malang.
"Proses hukum sudah bergulir, bahkan tidak lama lagi agenda persidangan memasuki tahap penuntutan," kata Susilaningtias kepada wartawan, Selasa (12/7).
Susilaningtias menyebut penahanan terhadap JE dapat memberikan ketenangan bagi para korban. Meskipun menurutnya tidak sepenuhnya menjamin upaya intimidasi terhadap para korban tidak terjadi.
"Tetapi, paling tidak memberikan gambaran bahwa hukum itu masih menjadi panglima dan tidak ada orang 'kuat' dan bisa 'bermain-main' dengan hukum," ujar Susilaningtias.
LPSK terus memberikan perlindungan kepada para saksi dan korban dalam kasus ini. LPSK berkomitmen mendukung langkah aparat penegak hukum untuk segera mengungkap kejahatan ini.
"Salah satunya dengan cara menghadirkan saksi dan korban pada saat pemeriksaan atau pemberian keterangan dari mereka dalam proses persidangan," ucap Susilaningtias.
Di sisi lain, Susilaningtias mengungkapkan adanya upaya-upaya dari pihak tertentu untuk menemui korban dengan mendatangi mereka satu persatu. Namun, dalam hal ini, LPSK memberikan perlindungan fisik terhadap saksi dan korban yang sudah diputuskan jadi Terlindung LPSK.
“Kami meminta pihak-pihak tertentu untuk menghentikan percobaan intimidasi kepada saksi dan korban maupun keluarganya. Biarkan proses hukum yang berjalan," tegas Susilaningtias.
Kasus kekerasan seksual di Sekolah SPI Batu, Jawa Timur ini diketahui menimpa dua siswi, yaitu SDS dan JH. Pada saat kejadian, usia korban masih berusia anak. Perkara ini baru terkuak pertengahan tahun lalu.
Kasus kekerasan seksual ini berlatar belakang relasi kuasa mengingat pelaku merupakan pemilik Yayasan Sekolah SPI, dengan modus pelaku melakukan rekrutmen tenaga kerja dengan mencari pelamar dari siswa/siswi Sekolah SPI.
Pelaku kemudian diduga memanfaatkan kepercayaan para korban kepadanya untuk melakukan perkosaan dan pencabulan dibawah ancaman kekerasan dengan alasan para korban harus membalas budi kepada pelaku yang telah mengeluarkan mereka dari “lembah kemiskinan”.