REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis berpendapat bahwa kasus yang menimpa organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak akan berdampak terlalu besar dengan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga nirlaba dan filantropi lainnya. Menurutnya, masyarakat akan tetap melakukan filantropi dan memberikan sumbangan kepada lembaga-lembaga lain.
"Saya melihatnya sebetulnya dampaknya tidak akan terlalu banyak kepada masyarakat. Berkurang, iya, bahwa ada penurunan, tapi untuk hilang sama sekali tidak," kata Rissalwan ketika dihubungi dari Jakarta pada Jumat (8/7/2022).
Masyarakat juga berpotensi menaruh kepercayaan kepada lembaga baru yang belum ada saat ini. Terdapat juga potensi masyarakat akan mengalihkan untuk menyalurkan zakat, infak dan sedekah lewat lembaga negara seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Kendati demikian, dia mendorong proses pembuktian akan dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh ACT sebelum menjatuhkan sanksi terhadap lembaga tersebut. "Harus dibuktikan dulu mereka bersalah," kata Rissalwan, yang juga menjadi peneliti di Pusat Kajian Kepemudaan (PuskaMuda).
Sebelumnya, laporan investigasi majalah Tempo memuat tentang dugaan penyalahgunaan donasi umat yang disalurkan lewat ACT, termasuk untuk biaya operasional dan gaji petinggi lembaga yang bernilai tinggi. Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan bahwa lembaga itu menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat untuk operasional yayasan.
Angka itu tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen yang tertuang di Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Sebagai dampak dari hal tersebut, Kementerian Sosial telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang yang diberikan kepada Yayasan ACT.
Bareskrim Polri juga telah membuka penyelidikan terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh ACT. "Kami sampaikan bahwa saat ini kasus tersebut ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Eksus Bareskrim Polri dan masih tahap penyelidikan. Saya ulangi masih tahap penyelidikan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.